Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Bupati Kuansing Nonaktif Bacakan Eksepsi, Kuasa Hukum Nilai Jaksa Tidak Cermat Dalam Menyusun Surat Dakwaan

Bupati Kuansing Nonaktif Bacakan Eksepsi, Kuasa Hukum Nilai Jaksa Tidak Cermat Dalam Menyusun Surat Dakwaan



Berita Baru, Pekanbaru – Bupati Kuantan Singingi nonaktif Andi Putra membacakan nota penolakan atau eksepsi atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Kota Pekanbaru, Kamis (24/3/2022).

Ia merupakan terdakwa kasus dugaan penerima suap perpanjangan hak guna usaha (HGU) PT Adimulya Agrolestari.

Andi didakwa oleh JPU KPK telah menerima uang sebesar Rp 500 juta dari uang yang dijanjikan oleh General Manager PT AA Sudarso sebesar Rp 1,5 miliar.

Uang itu ia terima diduga untuk menerbitkan surat rekomendasi persetujuan penempatan kebun kemitraan/plasma paling sedikit 20 persen yang diajukan oleh PT AA sebagai syarat untuk memperpanjang HGU.

Tak seperti sidang pembacaan dakwaan pekan lalu yang menghadirkan Andi secara daring dari Rutan Gedung Merah Putih KPK, kini ia hadiri sidang secara daring dari Rutan Kelas I Pekanbaru.

Sidang akan dilanjutkan pada Pekan depan, Kamis (31/3), dengan agenda mendengarkan pendapat jaksa atas nota keberatan atau eksepsi yang disampaikan kuasa hukum terdakwa Andi Putra.

Surat dakwaan kabur

Dalam pembacaan eksepsi, Andi Putra diwakili kuasa hukumnya Dody Fernando. Dody meminta agar majelis hakim menerima keberatan (eksepsi) dari tim penasehat hukum terdakwa Andi Putra seluruhnya.

Kemudian menyatakan surat dakwaan penuntut umum nomor 24/TUT.01.04/24/03/2022 tanggal 4 Maret 2022 atas nama terdakwa Andi Putra sebagai dakwaan yang batal demi hukun atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Onvantkelijk Verklaard), dan menyatakan perkara a quo tidak diperiksa lebih lanjut.

Alasannya, surat dakwaan jaksa dinilai kabur terkait pemisahan berkas perkara Andi Putra. Menurut Dody, dalam pemisahan perkara ini memperlihatkan Andi Putra dijadikan sebagai satu-satunya pelaku padahal masih ada pelaku lain, yaitu Frank Wijaya selaku Komisaris PT AA sekaligus pemegang saham yang meminta terdakwa Sudarso selaku General Manager PT AA untuk mengurus sertifikat perpanjangan HGU.

Tak hanya meminta Sudarso untuk mengurus perpanjangan HGU, Frank Wijaya juga menyetujui agar memberikan uang secara bertahap kepada terdakwa Andi Putra sebesar Rp 500 juta supaya Bupati Kuansing nonaktif itu mengeluarkan surat rekomendasi persetujuan kebun kemitraan.

Setelah itu, saksi Frank Wijaya juga menyetujui pemberian uang sebesar Rp 250 juta kepada terdakwa Andi Putra.

Lalu, kuasa hukum Andi Putra juga mengatakan masih ada pelaku lainnya yaitu Kepala Kanwil ATR/BPN Riau Muhammad Syahrir selaku ketua panitia B yang mengarahkan PT AA agar meminta surat rekomendasi persetujuan kepada terdakwa Andi Putra.

“Apabila diamati, dakwaan JPU terhadap Andi Putra didakwa melakukan sendiri perbuatan tersebut. Hal ini dapat dilihat JPU memisah perkara Sudarso dan menjadikan Frank Wijaya sebagai saksi, tapi tidak menjadikannya sebagai terdakwa bersama-sama dengan terdakwa sebagai orang yang menyetujui pemberian uang kepada Andi Putra,” jelas Dody.

Menurutnya, JPU tidak cermat dan telah mengaburkan posisi dari masing-masing terdakwa atau pelaku. Kata dia dalam eksepsi itu, hal tersebut melanggar pasal 141 KUHAP yang menyatakan penuntut umum dapat melakukan penggabungan perkara dan membuatnya dalam satu surat dakwaan apabila pada waktu yang sama atau bersamaan ia menerima berkas perkara dan tindak pidana yang dilakukan memiliki kesamaan dan hubungan yang bersangkutpaut satu sama lain demi kepentingan pemeriksaan.

“JPU seharusnya menggabungkan kedua terdakwa Andi Putra dan Sudarso, serta menjadikan Frank Wijaya sebagai terdakwa bukan saksi,”

“Kami berpendapat, apabila ada dua orang atau lebih melakukan tindak pidana secara bersama-sama, maka keseluruhannya diajukan bersama-sama tanpa memisah pelaku terdebut, hal ini sesuai dengan keputusan Mahkamah Agung RI nomor 1174.K/Pid/1994 tentang saksi mahkota dalam kasus tokoh buruh Marsinah,” pungkasnya.

Dakwaan

Jaksa KPK mendakwa Andi Putra dengan pasal 12 huruf a atau pasal 11 UU Republik Indonesia No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah UU Republik Indonesia No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupai jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Andi didakwa telah menerima uang Rp 500 juta terkait kasus suap perpanjangan hak guna usaha (HGU) PT Adimulya Agrolestari.

Uang itu merupakan sebagian dari yang dijanjikan General Manager PT AA Sudarso sebesar Rp 1,5 miliar.