Berkat Restorative Justice, Guru BK SMA di Sulawesi Selatan Bebas dari Tuntutan dan Kembali Mengabdi
Berita Baru, Jakarta – Artiwan Bangsawan merupakan guru bimbingan konseling di SMA Negeri 6 Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, akhirnya bebas dari segala tuntutan usai mendapat keadilan restoratif dari kejaksaan.
Kini ia telah bebas tanpa syarat dan tidak perlu lagi menjalani proses persidangan di pengadilan serta dapat kembali mengabdikan dirinya demi generasi muda di Kabupaten Takalar.
Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana menyetujui usulan penghentian penuntutan terhadap Artiwan Bangsawan.
“Pihak korban telah bersedia memaafkan tersangka dan menyetujui perkara ini diselesaikan melalui keadilan restoratif. Kemudian, tersangka meminta maaf atas perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya kembali,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Takalar, Salahuddin melalui keterangan tertulisnya, Senin (1/8/2022).
Prinsipnya, Salahuddin mengatakan, konsep dari restorative justice adalah mengedepankan penyelesaian perkara dengan hati nurani dan memulihkan keadaan seperti semula antara tersangka dan korban dengan tetap memerhatikan perlindungan dan kondisi yang dialami oleh korban.
Kemudian, kata dia, apabila perkara tersebut dilanjutkan akan berdampak saling merugikan bagi kedua pihak. Selain itu juga, penasihat hukum dari pihak anak korban juga menjelaskan mengenai pentingnya penyelesaian perkara melalui keadilan restoratif.
Sebelumnya, tersangka Artiwan Bangsawan ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melanggar Pasal 80 ayat 1 Jo. Pasal 76 C UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Ia ditetapkan sebagai tersangka lantaran menampar salah satu muridnya. Akibat tamparannya itu, sang murid berinisial HMB, mengalami luka memar berukuran tiga belas sentimeter kali lima sentimeter berwarna kemerahan dengan batas tegas pada pipi kiri, berdasarkan hasil visum yang dikeluarkan oleh RSUD Haji Padjonga Daeng Ngalle.
Lantaran tidak terima anaknya dapat perlakuan seperti itu dari Artiwan, akhirnya, sang ibu dari anak korban melaporkan kejadian tersebut ke Polres Takalar, guna di proses secara hukum.
Peristiwa berawal pada Kamis, 24 Februari 2022. Awalnya, Artiwan mendapat kabar dari salah satu guru bahwa anak korban HMB telah mem-bully teman dan gurunya di grup WhatsApp dengan menyandingkan foto Artiwan dengan salah satu Nabi/Tuhan.
Mendengar hal tersebut, Artiwan merasa kesal dan memanggil anak korban HMB dan beberapa murid lainnya.
Ketika ditanya mengenai kejadian di grup WhatsApp, keempat anak saksi menunjuk ke arah HMB sebagai anak yang melakukan hal tersebut.
Rasa kesal, emosi, dan dikarenakan anak korban tidak menjawab pertanyaan dirinya, Artiwan langsung menampar pipi kiri anak korban HMB sebanyak 2 (dua) kali menggunakan tangan kanannya.
Polres Takalar Sempat Berupaya Lakukan Proses Damai, Namun gagal
Dalam tahap penyidikan, penyidik Polres Takalar berupaya untuk melakukan proses perdamaian dengan melibatkan Sekretaris Daerah Kabupaten Takalar serta tokoh masyarakat. Namun, proses perdamaian tersebut tidak dapat terlaksana dikarenakan ibu anak korban tidak memaafkan perbuatan tersangka dan meminta kasus tersebut tetap dilanjutkan sehingga berkas perkara pun dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Takalar.
Usai dilakukan penelitian oleh Jaksa Peneliti, berkas perkara Artiwan dinyatakan lengkap atau (P.21).
Kendati begitu, Kajari Takalar Salahuddin, Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Arfah Tenri Ulan dan Jaksa Fasilitator (Penuntut Umum) yang terdiri dari Ahadina Mahyastuti dan Sabri Salahuddin tetap berupaya untuk mendamaikan kedua belah pihak melalui keadilan restoratif (restorative justice).
Selanjutnya pada Senin 18 Juli 2022, bertempat di Kejari Takalar, dilaksanakan proses penyerahan tersangka dari penyidik ke penuntut umum.
Disaat itu dilakukan upaya restorative justice yang dihadiri oleh tersangka Artiwan, anak korban HMB, orang tua anak korban, kuasa hukum dari pihak anak korban, Sekretaris Daerah Kabupaten Takalar, penyidik Polres Takalar, Kepala Sekolah SMAN 6 Kabupaten Takalar, Ketua PGRI Takalar, serta Kepala Dusun selaku tokoh masyarakat.
Dalam pertemuan tersebut tercapai sebuah kesepakatan perdamaian, lantas Kepala Kejaksaan Negeri Takalar mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan.
Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Raden Febrytrianto sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum).
Restorative Justice untuk Artiwan Disetujui JAM Pidum
Pada 26 Juli 2022, JAM Pidum, Fadil Zumhana menyetujui perkara dengan Kini tersangka Artiwan dihentikan penuntutannya.
“Kami mengapresiasi dengan setinggi-tingginya kepada Kepala Kejaksaan Negeri Takalar, Kasi Pidum dan Jaksa Penuntut Umum yang menangani perkara Artiwan, sebab telah berupaya menjadi fasilitator mendamaikan dan menyelesaikan perkara tersebut dengan mediasi antara korban dengan tersangka serta melibatkan tokoh masyarakat setempat sehingga terwujudnya keadilan restoratif,” kata Fadil Zumhana melalui keterangan tertulisnya.
Selanjutnya, Fadil mengatakan bahwa pihaknya memerintahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Takalar untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.
“Sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas Fadil.