Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Kasus KDRT di Rokan Hulu Berakhir dengan Restorative Justice

Kasus KDRT di Rokan Hulu Berakhir dengan Restorative Justice



Berita Baru, Pekanbaru – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung, Dr Fadil Zumhana menyetujui pengajuan penghentian penuntutan dari Kejaksaan Negeri Rokan Hulu terkait kasus tindak pidana kekerasan rumah tangga.

Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejaksaan Tinggi Riau, Bambang Heripurwanto mengatakan, pelaksanaan pengajuan tersebut digelar di Ruang Vicon Lantai 2 Kejati Riau, Selasa (23/8/2022).

Dalam ekspose pengajuan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dihadiri oleh Wakil Kepala Kejati Riau Akmal Abbas, Asisten Tindak Pidana Umum Kejati Riau Martinus, Kasi Oharda pada Asisten Tindak Pidana Umum Kejati Riau, Faiz Ahmed Illovi.

“Telah dilaksanakan penghentian berdasarkan keadilan restoratif atau restorativ justice, sebagaimana diatur dalam Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 dan hasil ekspos perkara dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Republik Indonesia menyetujui permohonan tim JPU Kejaksaan Negeri Rokan Hulu terhadap satu perkara yang diajukan,” kata Kasi Penkum dan Humas Kejati Riau, Bambang Heripurwanto kepada wartawan.

Bambang menjelaskan, perkara KDRT yang dihentikan penuntutannya atas nama tersangka Albert Sibarani alias Pak Desi. Perbuatan tersangka telah memenuhi unsur Pasal 44 ayat (1) jo Pasal 5 huruf a UU No.23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Albert menjadi tersangka setelah memukul istrinya atas nama Medina Ambarita. Albert meninju wajah Medina tepatnya di bawah mata sebelah kanan sebanyak satu kali dengan menggunakan tangan kiri terdakwa sehingga menyebabkan lebam dibagian wajah sang istri.

Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan terdapat memar pada 1 sentimeter dari sudut mata kanan bagian dalam dengan bentuk melintang berukuran 5 sentimeter dengan dasar kebiruan akibat kekerasan benda tumpul.

“Awalnya terjadi pertengkaran mulut antara tersangka dan korban yang disebabkan karena tersangka mendapat kabar dari kerabatnya yang menyampaikan bahwa korban korban telah mengeluarkan kata-kata “tidak ada artinya punya suami”,” jelas Bambang.

Usai cekcok, korban menghubungi anaknya yaitu Desi melalui telepohone sambil di speaker. Dalam percakapan itu, tersangka mendengar perkataan sang anak yang berkata kotor. Mendengar kata-kata tersebut, tersangka langsung emosi dan memukul korban.

Jaksa penuntut umum (JPU), kata Bambang, berpendapat bahwa perkara ini telah memenuhi syarat-syarat dihentikan dengan restorative justice.

Pertimbangannya, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana. Kemudian, ancaman tindak pidananya tidak lebih dari 5 tahun. Kemudian, tersangka berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya.

Lalu, tersangka dan istrinya sudah saling memaafkan dan telah dilakukan mediasi untuk berdamai.

“Jadi sudah bertemu dan saling memaafkan. Proses perdamaian dilakukan secara sukarela atau tanpa syarat dimana keduaa belah pihak sudah saling memaafkan dan tersangka berjanji tidak mengulangi perbuatannya dan korban tidak ingin perkaranya dilanjutkan ke persidangan,” ungkap Bambang.

Selanjutnya, Bambang mengatakan, Kepala Kejaksaan Negeri Rokan Hulu akan menerbitkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif justice sebagai perwujudan kepastian hukum.

“Kepala Kejaksaan Negeri Rokan Hulu akan menerbitkan surat ketetapan penghentian penuntutan,” pungkasnya.