Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Walhi Riau: Laut untuk Nelayan, Bukan untuk Perusahaan Perusak Lingkungan

Walhi Riau: Laut untuk Nelayan, Bukan untuk Perusahaan Perusak Lingkungan



Berita Baru, Pekanbaru – Pada peringatan Hari Nelayan 2022, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau mendorong agar dalam setiap kebijakan yang menyangkut pengelolaan wilayah laut dan pesisir, hak nelayan atas laut dan pesisir harus diutamakan.

Untuk diketahui, Hari Nelayan Nasional diperingati setiap tahunnya pada 6 Maret. Hari Nelayan ditetapkan pada tahun 1960 massa orde baru. Hari Nelayan Nasional diperingati untuk mengapresiasi jasa para nelayan Indonesia dalam upaya pemenuhan kebutuhan protein dan gizi bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

Ketua Dewan Daerah Walhi Riau, Jasmi mengungkapkan, saat ini wilayah tangkap nelayan banyak mengalami gangguan, salah satunya akibat adanya tambang pasir laut.

“Negara harus melindungi wilayah tangkap nelayan dari berbagai ancaman kerusakan. Di Riau, ancaman tersebut dihadapi oleh masyarakat nelayan di pesisir dan pulau-pulau kecil. Contohnya, seperti yang terjadi di Pulau Rupat. Keberadaan Izin Usaha Pertambangan (IUP) pasir laut mengancam ekosistem laut dan penghidupan para nelayan,” kata Jasmi kepada Beritabaru.co, Kamis (7/4/2022).

Menurut Jasmi, kini nelayan Pulau Rupat berada dalam bayang-bayang ancaman perizinan tambang pasir laut PT Logomas Utama.

Diketahui, perusahaan tersebut melakukan aktivitas tambang di sekitar Pulau Babi dan Beting Aceh pada akhir tahun 2021. Lokasinya tepat berada di tempat para nelayan menebar jaring. Imbasnya, para nelayan mengalami kerugian, hasil tangkapan ikan dan udang menurun drastis.

Manajer Pengorganisasian dan Keadilan Iklim Walhi Riau, Eko Yunanda mengatakan, saat ini hasil tangkap nelayan kembali pulih sejak PT LMU berhenti melakukan aktivitas tambang pasirnya.

“Saat ini PT LMU tidak beroperasi. Aktivitas tambang korporasi tersebut dihentikan sementara oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Kondisi ini memulihkan hasil tangkap dan perekonomian masyarakat,” ujar Eko.

Meskipun begitu, nelayan masih khawatir karena penghentian tersebut hanya sementara. Menurut Eko, masih ada potensi perusahaan tersebut kembali beraktivitas, sebab Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum mencabut IUP korporasi tersebut.

“Kementerian ESDM harusnya meniru langkah tegas KKP, yakni mencabut IUP PT LMU di laut Rupat,” sebutnya.

“Tersedia alasan yang cukup untuk mencabut perizinan tersebut, seperti kerugian nelayan, kerusakan ekosistem laut hingga proses maladministrasi dalam penerbitan izin. Amdal yang dijadikan dasar penerbitan IUP kadaluarsa,” imbuhnya.

Belajar dari pengalaman di Rupat dan daerah lainnya di Indonesia, Walhi Riau meminta negara memastikan perlindungan ekosistem laut dan wilayah tangkap nelayan. Momentum peringatan Hari Nelayan merupakan momen tepat untuk mengevaluasi dan mencabut seluruh kebijakan yang merugikan nelayan dan lingkungan hidup, termasuk di Pulau Rupat.