Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Sidang Lanjutan Andi Putra, Berikut Cerita 7 Saksi yang Dihadirkan Jaksa KPK

Sidang Lanjutan Andi Putra, Berikut Cerita 7 Saksi yang Dihadirkan Jaksa KPK



Berita Baru, Pekanbaru – Sidang lanjutan perkara dugaan suap perpanjangan izin hak guna usaha (HGU) PT Adimulia Agrolestari kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru, Kamis (21/4/2022). Sidang dengan terdakwa Bupati Kuantan Singingi nonaktif Andi Putra itu beragendakan pemeriksaan tujuh saksi.

Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan sejumlah saksi dari pelbagai kalangan, baik dari pemerintahan dan swasta. Keterangan para saksi itupun sering kali bersebrangan. Berikut keterangan dari 7 saksi yang diperiksa dalam sidang lanjutan Andi Putra di Pengadilan Tipikor Pekanbaru.

1. Mantan Kepala Kantor Pertanahan Kampar, Sutrilwan

Sutrilwan saat ini merupakan Kabag TU Kanwil BPN Riau. Ia sebagai saksi dalam persidangan ini lantaran pernah menjadi Kepala Kantor Pertanahan Kampar.

Sutrilwan mengatakan bahwa ia menjabat sebagai Kepala Kantah Kampar sejak 2019 sampai Agustus 2021.

Jaksa KPK Meyer Volmar Simanjuntak mempertanyakan Sutrilwan soal fungsi dan tugasnya saat menjabat sebagai Kepala Kantah Kampar dan proses awal pertemuan dirinya dengan General Manager PT AA, Sudarso.

“Terkait domain atau tupoksi terkait hak guna usaha yang dibidangi kantor pertanahan Kampar, sepengetahuan saksi, apakah ada ketentuan yang mengatur tentang proses perpanjangan HGU?,” tanya jaksa KPK ke Sutrilwan.

Ketika jaksa belum selesai bertanya, Sutrilwan langsung menjawab pertanyaan itu. “Di tingkat dua tidak memperpanjang HGU, jadi belum bisa jawab” kata Sutrilwan.

Meyer kembali berkata, “Saksi bekerja di kantor pertanahan gak tahu ketentuan-ketentuan yang melingkupi atau mendasari terkait kegiatan saksi,” lalu Sutrilwan menjawab, “Ketentuanya banyak, tapi pas saya jadi Kepala Kantor gak pernah proses HGU,”

Intinya Sutrilwan selalu menjawab berbeda dari setiap pertanyaan jaksa KPK, bahkan terburu-buru, hingga akhirnya ia ditegur jaksa KPK agar pelan-pelan saja memberikan jawaban.

Sekitar awal 2020, Sudarso datang ke Kantah Kampar menemui Sutrilwan mengajukan permohonan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT). Surat tersebut merupakan syarat untuk melakukan perpanjangan HGU. Dokumen ini menerangkan kalau sertifikat HGU PT AA terdaftar di Kantah Kampar.

Permohonan tersebut selanjutnya ia serahkan ke anak buahnya yaitu Kasi I Kantah Kampar, Martin, untuk diperiksa. Namun, kata dia, ternyata sebagian areal HGU milik PT AA masuk ke wilayah Kuansing. Atas hal itu, Sutrilwan menyarankan Sudarso untuk konsultasi ke Kanwil BPN Riau.

Sutrilwan mengatakan, pemisahan HGU PT AA setelah mereka melakukan rapat di Kanwil BPN Riau. Permohonan pemisahannya sekitar pertengahan tahun 2020. Kemudian pemisahaan HGU-nya selesai pada akhir tahun 2020.

Walhasil, maka pecahlah HGU tersebut dengan nomor 09, 010 dan 011 berada di Kuansing. Sedangkan HGU yang berada di Kampar tetap HGU nomor 8.

Jaksa KPK bertanya ke Sutrilwan, apakah setelah selesai proses pemisahan ia menerima uang dari Sudarso.

“Terkait proses pemecahan HGU PT AA, Apakah saksi menerima suatu barang atau uang?,” tanya jaksa.

Sutrilwan menjawab, “Sudarso beri untuk keperluan kantor,” jawab Sutrilwan.

Namun dia kembali ditegur jaksa, “Pertanyaan saya ada atau tidak pihak PT AA memberikan suatu barang atau uang, saya belum nanya Bapak pakai untuk apa, makanya pertanyaan saya disimak, Bapak gak usah khawtir dan takut,” ujar jaksa Meyer.

Akhirnya Sutrilwan mengaku kalau ada pihak PT AA memberikan uang. Dirinya beralasan kalau uang itu bukan ia yang menerima dan kurang tahu berapa jumlah pasti uang tersebut. Kata Sutrilwan, uang itu langsung diserahkan Sudarso kepada staf TU-nya.

“Bukan ke saya ngasihnya, tapi ke staf TU, saya gak lihat angka uangnya berapa,” ujarnya.

Menurut pengkuannya, uang itu merupakan bantuan dari Sudarso untuk renovasi atap kantornya. Perkiraan Sutrilwan, biaya renovasi itu sekitar Rp 75 juta. Tapi setelah diperiksa inspektorat uang yang dibantu hanya Rp 60 juta.

“Waktu saya di periksa KPK, perkiraan saya Rp 75 juta, sebab itu hitungan dari tukang untuk biaya renovasi atap. Namun setelah saya tanya ke TU uang itu cuma 60 juta,” ungkap Sutrilwan yang terlanjur mengembalikan uang ke rekening KPK sebesar Rp 75 juta.

Setelah pemisahan HGU, Sudarso langsung mengurus perpanjangan izin tersebut karena akan berakhir pada 2024. Dia mengajukan permohonan ke Kantah masing-masing areal kebun sawit PT AA. HGU di Kuansing, permohonannya diterima oleh Ibrahim Dasuki, Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran Kantah Kuansing.

2. Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran Kantor Pertanahan Kuansing, Ibrahim Dasuki

Ibrahim mengungkapkan kalau PT AA mengajukan permohonan perpanjangan HGU sekitar Oktober 2021.

Permohonan itu ia terima, lalu diserahkan ke anak buahnya. Lantaran penetapan SK-nya merupakan kewenangan Kanwil BPN Riau, berkas permohonan tersebut dikirimnya ke Kanwil BPN Riau, diteruskan ke bidang penetapan hak dan pendaftaran.

Kemudian Ibrahim mengaku ia ikut dalam proses ekspos HGU PT AA di Hotel Prime Park, pada 2 September 2021.

Meski mengaku ikut, tapi dia sering keluar saat ekspos berlangsung. Ibrahim beralasan bahwa dia tidak berkepentingan dalam acara itu.

Jaksa KPK pun bertanya kepadanya, “Kalau tidak berkepentingan, kenapa bisa diundang?,” lalu Ibrahim menjawab, “Saya bukan diundang, sebab saya bukan panitia B. Namun waktu itu yang diundang adalah Plt. Kepala Kantah Kuansing, lalu saya ditelpon beliau untuk menghadiri,” jawabnya.

Akan tetapi Ibrahim kembali mengatakan kalau Plt. Kepala Kantah Kuansing juga ikut dalam eskpos itu.

Ibrahim kembali ditanya jaksa KPK terkait usai ekspos apakah menerima uang dari PT AA. Ia mengaku terima uang sebesar Rp 3 juta. Uang itu ia terima dari Legal PT AA bernama Fahmi dengan cara ditransfer ke rekeningnya.

Ia pun telah mengembalikan uang itu ke rekening KPK.

3. Kepala Bagian Perekonomian dan SDA Sekdakab Kuansing, Irwan Najib

Irwan Najib mengatakan kalau ia ikut dalam ekspos HGU PT AA pada 3 September 2021. Kemudian, Ketua Majelis Hakim, Dahlan mempertanyakan kapasitasnya dalam ekspos itu. Lalu ia menjawab kalau dirinya hanya menemani Pelaksana tugas (Plt) Sekretaris Daerah Kuansing yaitu Agusmandar.

“Kapasitas saya tidak ada, tapi hari itu saya ditelpon oleh Sekda untuk menghadap ke beliau. Kata beliau ada acara di Pekanbaru, yaitu ekspos HGU PT AA,” kata Irwan.

Ia mengatakan kepada majelis hakim tidak tahu apa-apa mengenai HGU PT AA.

Meskipun tak punya kapasitas dan tidak tahu apa-apa, tapi usai ekspos ia menerima uang dari Sudarso sebesar Rp 2 juta.

4. Mantan Plt Sekda Kuansing, Agusmandar

Agusmandar saat ini menjabat sebagai Asisten III Sekdakab Kuansing, sebelumnya ia pernah menjadi Plt Sekda Kuansing.

Setelah mendapat undangan dari Kanwil BPN Riau, ia diberi perintah oleh Andi Putra untuk menghadiri ekspos HGU PT AA di Pekanbaru, pada Jumat (3/9/2021). Lantas Hakim Dahlan pun mempertanyakan soal surat undangan itu ke Agusmandar.

“Siapa yang teken surat undangan itu?, Apakah undangan itu membawa nama panitia B atau Kanwil BPN?,” tanya Dahlan. Lalu Agusmandar menjawab, “Suratnya ditandatangani oleh Kepala Kanwil BPN Riau, dan suratnya atas nama Kanwil BPN Riau,”

Agusmandar mengatakan kepada majelis hakim bahwa ketika berangkat menghadiri ekspos itu ia tidak melaporkan ke Andi Putra.

“Tidak ada melapor ke Bupati, karena kami dapat perintah pagi itu melalui informasi dari Andi Meiriki selaku ajudan Bupati,” ujarnya.

Soal surat tugas, Agusmandar mengatakan bahwa pagi itu juga, mereka mendapat surat tugas. “Begitu dapat SPT langsung berangkat,”.

Saat ditanyai hakim siapa yang mendatangani SPT, “Yang teken SPT-nya Bupati,” jawabnya.

Kemudian hakim Dahlan menanggapi, “Eh, tapi gak lapor Bupati?,” lalu Agusmandar mengatakan, “Melalui ajudan saja,”

Hakim Dahlan kembali bertanya soal perjalanan ekspos tersebut, “Apa yang dibicarakan dalam ekspos tersebut?,” tanya Dahlan, Agusmandar pun menjawab, “Yang pertama, rapat dipimpin oleh Kepala Kanwil, kemudian penyampaian ekspos dari GM PT AA yaitu Sudarso,”

Kata Agusmandar, pembahasan ekspos PT AA itu tentang HGU yang terdapat pada dua Kabupaten, yaitu Kampar dan Kuansing. Kemudian ada juga pembahasan soal Corporate Social Responbility atau CSR dalam bentuk pembangunan kebun kemitraan/plasma paling sedikit 20 persen.

Hakim Dahlan bertanya, “Apa yang ditanggapi dalam ekspos itu?,” kemudian Agusmandar menjawab “Konflik antara masyarakat dengan perusahaan mengenai pembangunan kebun plasma,”

Ia ditanya lagi sama Dahlan, “Bagaimana tanggapan perusahaan, bersedia atau tidak membangunkan plasmanya?,” kemudian Agusmandar menjawab, “Perusahaan menjawab secara umum Yang Mulia, perusahaan bersedia membangun apabila ada lahan,”

Agus mengatakan hanya satu desa yang meminta dibangunkan kebun kemitraan, yaitu Desa Suka Damai. Namun menurut pengakuan Kepala Desa tersebut bahwa lahan tidak tersedia lagi. Terus hakim mempertanyakan lagi ke Agusmandar soal solusi dan kesepakatan yang dibuat, namun ia menjawab belum ada kesepakatan yang dibuat.

Ia pun dibentak hakim Dahlan, bahwa sebenarnya ada kesepakatan yang dibuat sebagai solusi atas persoalan itu. “Tidak ada kesepakatan?, Apa kesepakatan kalian terhadap plasma ini? Tapi ada kesepakatan dari panitia B soal plasma yang harus dibangun ini,”

Agusmandar pun kembali menjawab tidak tahu. Sedangkan ia mengaku kepada majelis hakim bahwa mengikuti ekspos itu sampai habis.

Hakim dahlan kembali bertanya, “Saudara kan mengikuti ekspos sampai habis, ada gak disitu diminta soal rekomendasi dari Bupati?,” tapi Agusmandar kembali menjawab tidak ada.

“Coba baca dulu surat itu, jadi kenapa ada disitu rekomendasi dari Bupati yang menyatakan bersedia jika plasma terbit di Kampar, tidak tahu itu?,” tanya Dahlan lagi. Dijawab Agusmanda tidak tahu.

“Ngapai aja saudara di dalam, tidur?,”

Dengan banyaknya keterangan Agusmandar yang bertentangan ini, akhirnya majelis hakim meminta jaksa dan penasehat hukum tidak memberikan pertanyaan lagi. Ia dan Irwan akan dihadirkan lagi pada saat sidang pemeriksaan saksi selanjutnya dengan menghadirkan Sudarso dan Kepala Kanwil BPN Riau, M Syahrir.

Usai Ekspos, Agusmandar mengaku kepada majelis hakim bahwa ia menerima uang dari Sudarso sebesar Rp 15 juta.

5. Staf Bagian Umum Bupati Kuansing, Andri Meiriki

Andri Meiriki menceritakan bagaimana surat permohonan dari Sudarso itu sampai ke tangannya. “Pada Kamis sore, 14 Oktober 2021, Pak Andi memberikan surat yang diserahkan dalam bentuk amplop cokelat,” ungkapnya kepada majelis hakim di persidangan.

Ia menuturkan, Andi Putra saat itu menyampaikan agar dirinya mempelajari surat tersebut.

“Beliau menyampaikan, tolong ini ditindaklanjuti dinas mana yang berwenang mengurus surat ini,” tuturnya.

Andri mengatakan tidak tahu isi surat tersebut adalah surat permohonan rekomendasi Andi agar menyetujui kebun plasma di Kampar.

“Saya tidak tahu awalnya itu surat apa, tapi kata Pak Andi ini masalah kebun atau izin,” terangnya.

Lalu surat tersebut dibawa Andri ke kantor. Tapi Andri baru membaca surat yang diberikan Andi Putra, pada Senin (18/10/2021). Kata dia, didalam surat itu ada lampiran surat juga dari Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Riau, surat tersebut menerangkan bahwa PT AA telah membangun lebih 20 persen kebun kemitraan dari total luas HGU-nya.

Kemudian pada saat itu juga Andi Putra bertanya kepadanya terkait surat itu sudah ditindaklanjuti atau belum.

“Saya sampaikan, mohon izin pak, saya lupa, tapi suratnya sudah saya baca, sepertinya terkait dengan masalah kebun atau izin pak,” ujarnya.

Terus ia disuruh oleh Andi Putra untuk memanggil Kepala DPMPTSPTK Kuansing yaitu Mardansyah.

Andri kemudian menemui Mardansyah, Kepala DPMPTSPTK Kuansing. Lalu mereka bertemu Andi Putra. Kata Andri, Mardanysah menyebut permohonan itu bukan kewenangan dinasnya.

“Kalau saya tidak salah, Pak Mardansyah menjawab kalau ini surat tidak kewenangan kita,” terangnya.

Andri mengaku ia tak menerima uang apapun dari Sudarso.

6. Kepala DPMPTSPTK Kuansing, Mardansyah

Usai bertemu dengan Andi Putra, Mardansyah pun menghubungi Kepala Kantor Pertanahan Kuansing, Turmudi, untuk memastikan rekomendasi yang diminta Sudarso. Turmudi membenarkan kalau rekomendasi itu ada.

Meskipun dinyatakan BPN Kuansing kalau surat rekomendasi itu ada, pada hari itu juga, Mardansyah kembali menemui Andri dan menyarankan anak buah Andi itu supaya berkoordinasi ke Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman dan Pertanahan Kuansing.

“Saya hanya menyarankan saja agar berkoordinasi dengan Dinas Perkim dan Pertanahan, barangkali mereka memahami mekanisme ataupun prosedur perpanjangan HGU,” kata Mardansyah di persidangan.

7. Komisaris PT AA, Frank Wijaya

Meskipun sempat berbelit-belit, tetapi akhirnya Frank Wijaya membenarkan terkait pemberian uang pertama sebesar Rp 500 juta ke Andi Putra, meskipun berdalih sebagai pinjaman. Rencana penyerahan kedua, dia mengaku tak tahu.

Frank dicecar sejumlah pertanyaan oleh majelis hakim bahwa tujuannya memberi uang ke Andi untuk memuluskan perpanjangan HGU perusahaannya, tapi Frank terus berkelit. Padahal, dia sendiri mengakui telah menghabiskan uang sekitar Rp 8 miliar selama mengurus izin tersebut.

Meski telah ditunjukkan tangkapan layar percakapannya dengan Sudarso terkait perpanjangan HGU terkait pemberian uang, Frank juga terkesan ingin mencari pembenaran atau mengelak dari fakta yang sebenarnya.

Jika diperhatikan dalam tangkapan layar itu, semakin memperkuat kalau ia turut menyetujui penyuapan ke Andi Putra. Beberapa kali majelis dan penuntut umum mengingatkannya tentang ancaman pidana sumpah palsu.

Sidang dilanjutkan kembali pada Kamis 28 April 2022. Agendanya masih pemeriksaan saksi.