Kejagung Diminta Buru Mantan GM Forestry PT RAPP yang Jadi Buronan KPK selama 14 Tahun
Berita Baru, Pekanbaru – Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) meminta Kejaksaan Agung untuk memburu mantan General Manager Forestry PT Riau Andalan Pulp and Papper (RAPP), Ir Rosman yang sejak 2008 masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) atau buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Kami mengapresiasi Kejagug, sebab hanya dalam empat hari pencekalan, pada 11 Agustus 2022 berhasil menangkap buronan KPK dalam perkara korupsi alih fungsi lahan dalam RTRWP Riau yang melibatkan Gubernur Riau, pengusaha dan eks dosen UNRI Gulat Manurung dan Suheri Terta,” kata Koordinator Jikalahari, Made Ali kepada Beritabaru, Kamis (18/8/2022).
Surya Darmadi dijadikan buronan sejak dirinya ditetapkan sebagai tersangka pada 2019 oleh KPK.
Jikalahari menilai kalau perkara ini tidak ditangani Kejagung maka status DPO Surya Darmadi akan mirip dengan status DPO Ir Rosman yang menjadi buronan KPK selama 14 tahun.
“KPK harus mulai mengakui kelemahannya dalam memburu koruptor sumberdaya alam dan menyerahkan perkaranya pada Kejagung,” ujar Made.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Kejagung menetapkan Surya Darmadi sebagai tersangka pada 1 Agustus 2022, terkait dugaan Tipikor dan TPPU dalam kegiatan pelaksanaan PT Duta Palma di Kabupaten Indragiri Hulu.
Kejagung telah memeriksa 17 saksi dan 5 ahli serta menggeledah 10 lokasi. Kemudian, Kejagung juga telah menyita sejumlah dokumen perizinan, operasional dan keuangan perusahaan, 1 unit handphone, 6 unit hardisk dan 8 bidang lahan perkebunan maupun bangunan atas nama PT Panca Agro Lestari, PT Seberida Subur, PT Palma Satu, PT Banyu Bening Utama dan PT Kencana Amal Tani.
Dari 8 bidang lahan perkebunan tersebut ditaksir menghasilkan keuntungan Rp 600 miliar dalam sebulan. Diduga anak usaha yang terlibat korupsi perizinan hutan dan lahan ini merugikan keuangan negara Rp 78 triliun, tertinggi sepanjang sejarah.
Kejagung bergerak cepat, setelah menetapkan Surya Darmadi, juga menetapkan Thamsir Rahman eks Bupati Inhu sebagai tersangka. Sejak itu Kejagung gencar mengejar Surya Darmadi bahkan melakukan tracing aset atau pelacakan aset milik Surya Darmadi, bos PT Duta Palma Group.
Diketahui, tiga tahun sebelumnya Surya Darmadi ditetapkan tersangka oleh KPK dalam perkara tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji terkait pengajuan revisi alih fungsi hutan di Riau pada 2014.
Surya Darmadi melalui Suheri Tirta memberikan uang sebesar Rp 3 Miliar dari Rp 8 Miliar yang dijanjikan kepada Annas Maamun selaku Gubernur Riau saat itu agar memasukkan lahan yang berada dalam kawasan hutan atas nama PT Palma Satu, PT Panca Agro Lestari, PT Banyu Bening Utama, PT Seberida Subur yang merupakan anak perusahaan Darmex Agro ke dalam usulan revisi SK 673 tahun 2014 tentang Perubahan Kawasan Hutan Riau yang diintegrasikan ke dalam draft RTRWP Riau 2014-2036.
Dalam kasus ini hanya Surya Darmadi yang belum dihukum atas perbuatannya. Annas dan Gulat sudah menjalani 7 dan 3 tahun kurungan sedangkan Suheri Terta tengah mendekam di penjara setelah Mahkamah Agung menghukumnya 3 tahun penjara denda Rp 50 Juta pada 30 Maret 2021.
Adapun pertimbangan Majelis Hakim Kasasi menyebutkan bahwa pengadilan tingkat pertama dinilai dangkal karena tidak melihat rentetan peristiwa yang melatarinya. Mulai dari kedatangan Surya Darmadi dan Suheri Terta ke dinas perkebunan sampai ke rumah dinas Gubernur. Selain itu, dua orang tersebut juga menemui Wakil Gubernur Arsyadjuliandi Rachman, pejabat di Bappeda dan Dinas Kehutanan hingga Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, untuk mengeluarkan kebun sawitnya dari Kawasan hutan.
Kedua, Hakim PN Tipikor Pekanbaru tak pertimbangkan 10 fakta hukum yang relevan secara yuridis dengan tepat dan benar sesuai yang terungkap di persidangan yang intinya Surya Darmadi melalui Suheri Terta memberi uang pada Gulat Manurung untuk Annas Maamun.
Ketiga, Suheri Terta terbukti memberi uang (gratifikasi) dalam bentuk dolar Singapura setara Rp 3 Miliar kepada Annas Maamun melalui Gulat Manurung, agar Gubernur Riau Annas Maamun memasukkan lokasi lahan perkebunan PT Palma Satu, PT Panca Agro Lestari, PT Banyu Bening Utama dan PT Seberida Subur (Darmex Agro)ke dalam Surat Gubernur Riau 050/BAPPEDA/8516 tanggal 17 September 2014 tentang revisi usulan perubahan luas kawasan bukan hutan di Provinsi Riau.
Atas pengembangan kasus ini, pada 17 Mei 2022, Kejagung RI menyidik perkara dugaan tindak pidana korupsi PT Duta Palma Grup berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-25/F.2/Fd.2/05/2022 pada 17 Mei 2022
Dalam laporan penelitian TuK INDONESIA pada 2015 tentang taipan di sektor minyak sawit Indonesia menemukan kuasa para taipan di sektor ini. Laporan ini menunjukkan luas landbank yang berada di bawah kendali para taipan. Salah satunya Darmex Agro, milik Surya Darmadi. Kekayaan bersih Surya Darmadi pada 2017 sebesar US $ 1.400 juta. Darmex Agro memiliki landbank kelapa sawit seluas 200.000 hektar, 45.000 hektar diantaranya belum ditanami atau sebesar 23%.
Buronan Rosman, Tangan Kanan Sukanto Tanoto
Selain Surya Darmadi, KPK masih memiliki DPO Rosman yang terlibat kasus korupsi kehutanan Riau. Korupsi ini melibatkan Gubernur Riau, Rusli Zaenal, Bupati Pelalawan, Tengku Azmun Jafar, Bupati Siak, Arwin AS dan 3 Kepala Dinas Kehutanan Riau.
Rosman adalah General Manager Forestry PT RAPP, anak usaha APRIL Group dibawah kuasa Royal Golden Eagle milik taipan Sukanto Tanoto.
Rosman diduga melarikan diri saat menjadi saksi dalam perkara terpidana Tengku Azmun Jafar, Asral Rachman, Syuhada Tasman, Burhanudin Husin dan Rusli Zainal.
Dalam dakwaan Azmun Jafar pada 2007 menyebutkan bahwa saksi Rusli Zainal selaku Gubernur Riau, Saksi Asral Rachman selaku Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau tahun 2004-2005, saksi Burhanudin Husin selaku Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau tahun 2005-2006, saksi Ir Sudiro selaku Wakil Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau tahun 2004-2007 atau bersama-sama pula dengan Ir Rosman selaku General Manager Forestry PT RAPP (melarikan diri/dalam pencarian) telah melakukan beberapa perbuatan yang berhubungan sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut.
Adapun peran Rosman, diantaranya, pertama, Rosman Kunci Proses Take Over (TO) ‘Perusahaan Boneka’ T Azmun Jaafar Pasca 7 perusahaan (PT Madukoro, CV Alam Lestari, CV Harapan Jaya, CV Putri Lindung Bulan, CV Tuah Negeri, CV Bhakti Praja Mulia dan CV Mutiara Lestari) memperoleh IUPHHK-HT, Azmun meminta Budi Surlani dan Anwir Yamadi untuk menemui Rosman.
Azmun mengetahui bahwa 7 perusahaan tersebut tidak memiliki kemampuan mengelola areal IUPHHK-HT, maka ia meminta agar Rosman dapat membantu menawarkan ke PT RAPP agar mengambil alih (take over) perusahaan tersebut. Rosman menyetujui dan menawarkan kerjasama operasional antara 7 perusahaan tersebut dengan PT Persada Karya Sejati (PKS) yang merupakan anak usaha group PT RAPP. Ketika saat itu Rosman menjabat sebagai Direktur Utama PT PKS.
Kedua, Rosman diduga menalangi biaya pengurusan RKT 7 perusahaan tersebut. Lantaran tidak memiliki biaya, Rosman menyetujui untuk menalangi biaya pengurusan Rencana Kerja Tahunan (RKT) di Dinas Kehutanan Provinsi Riau yang akan diperhitungkan sebagai pinjaman perusahaan yang akan dikembalikan dengan memotong fee produksi kayu yang berasal dari areal IUPHHK-HT dari 7 perusahaan tersebut.
Ketiga, Rosman diduga merugikan keuangan Negara dan menguntungka PT RAPP. Dari kesaksian Paulina, legal PT PKS yang ditunjuk Rosman, melakukan pembayaran biaya Take Over kepada 7 perusahaan, beberapa yang tercatat, diantaranya, CV Bhakti Praja Mulia: Rp 6,75 miliar, CV Alam Lestari: Rp 2,2 miliar, CV Mutiara Lestari: Rp 1 miliar, CV Puteri Lindung Bulan: Rp 2,5 miliar dan CV Tuah Negeri: Rp 750 juta.
Menurut pengakuan Paulina, dana untuk TO ini sebagian didapat dari meminjam dana ke bagian keuangan PT RAPP.
Lalu hasil dari produksi 7 areal IUPHHK-HT ini dijual ke PT RAPP berdasarkan kontrak kerja, PT RAPP akan melakukan penanaman, land clearing dan pemanfaatan Bahan Baku Serpih. Sedangkan hasil kayu pertukangan dijual ke PT Forestama Raya.
Dari hasil TO Rosman, PT RAPP memperoleh banyak keuntungan dari pemanfaatan 7 areal IUPHHK-HT yang dilakukan land clearing.
Berdasarkan fakta persidangan nilai kayu yang hilang mencapai Rp 320 miliar dan telah menguntungkan perusahaan dengan terbitnya RKT 7 perusahaan tersebut mencapai Rp 505 miliar. Total keuntungan PT RAPP sebesar Rp 825 miliar.
Untuk diketahui, PT RAPP salah satu anak usaha RGE milik Soekanto Tanoto dibawah APRIL Group.
Hasil riset Forestandfinance.org menemukan industry pulp dan kertas Royal Golden Eagle mendapatkan bantuan dana berupa pinjaman dan penjaminan emisi senilai US $ 3.375 Juta atau setara Rp 48 triliun dari Januari 2016 – April 2020.
Bank yang ikut serta membiayai RGE/APRIL melakukan tindakan kejahatan lingkungan hidup berasal dari China sebesar Us $ 1.491,3 juta, Jerman US $ 33,27 juta, India US $ 131,5 juta, Italia US $ 58,26 juta, Jepang US $ 138,75 juta, Kuwait US $ 33,27 juta, Malaysia US $ 53,33 juta, Belanda US $ 192,08, Korea Selatan US $ 53,27, Switzerkand US $ 10 juta, Uni Emirat Arab US $ 218,66 juta dan Taiwan US $ 961,31.
Penerapan Pencucian Uang hingga ke Penyandang Dana
Jikalahari meminta Kejagung untuk mengambil alih perkara korupsi kehutanan di Riau yang melibatkan 20 korporasi dan belum dijadikan tersangka oleh KPK hingga saat ini, padahal total kerugian negara akibat tindakan kepala daerah dan kepala dinas yang menerbitkan IUPHHKHT/RTK untuk 20 korporasi berdasarkan putusan pengadilan mencapai lebih dari Rp 3 triliun.
“Bagaimana caranya?. Sama seperti yang dilakukan terhadap Surya Darmadi, yaitu menyita harta kekayaan Rosman dan Sukanto Tanoto agar Rosman segera menyerahkan diri kepada penegak hukum. Sebab, Surya Darmadi kembali ke Indonesia setelah Kejagung menyita asetnya. Ini langkah berani dan hebat dari Kejagung, bahwa sangat mudah memburu buronan,” ujar Made Ali.
“Kejagung memberi harapan pada pemulihan hutan, lingkungan hidup dan hutan tanah masyarakat adat dan tempatan di Riau,” ucapnya.
Tak cukup menyidik korupsi dan pencucian uang, Made berujar, Kejagung dan KPK perlu menyasar penyandang dananya. Sebab, menurutnya, para penyandang dana menggelontorkan dana pada korporasi yang izinnya bodong bahkan melawan hukum Indonesia.
“Penyandang dana pun dapat dikenai pidana pencucian uang dan korupsi karena turut serta, lebih jauh mereka memberikan dana turut melanggar hukum dan melakukan kejahatan lingkungan hidup dan sumberdaya alam,” pungkasnya.