Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Jikalahari: Presiden dan Kejagung Perlu Menyasar Penyandang Dana Wilmar dan Musim Mas di Luar Negeri

Jikalahari: Presiden dan Kejagung Perlu Menyasar Penyandang Dana Wilmar dan Musim Mas di Luar Negeri



Berita Baru, Pekanbaru – Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) mendesak Presiden Jokowi dan Kejaksaan Agung agar menyasar penyandang dana korporasi sawit Wilmar Grup dan Musim Mas Grup yang bersumber dari negara Amerika Serikat, Kanada, Jepang, China, Inggris, Taiwan, Swiss, Spanyol, Korea Selatan, Singapura, Norwegia, Malaysia, Belanda, Luksemburg, Italia, Jerman, Prancis, Finlandia, Kepulauan Virgin Inggris, Australia, Austria, Belgium, Afrika Selatan hingga Bermuda.

“Ini untuk menghentikan korporasi sawit mencampur harta kekayaan (pencucian uang atau money laundering) yang bersumber dari kejahatan korupsi, lingkungan hidup, kehutanan, pajak hingga kehutanan. Bahkan secara global melakukan pelanggaran HAM dan berkontribusi merusak iklim,” kata Koordinator Jikalahari Made Ali melalui keterangan tertulisnya yang diterima Beritabaru.co, Kamis (19/5/2022).

Kejaksaan Agung kembali menetapkan tersangka baru dalam perkara dugaan korupsi ekspor minyak goreng yaitu tersangka Lin Che Wei, Penasihat Kebijakan dan Analisa Independent Research dan Advisory Indonesia (IRAI) pada 17 Mei 2022. Lin Che Wei, yang oleh publik selama ini dikenal sebagai ekonom dengan keahlian di bidang keuangan, berperan sebagai pemberi rekomendasi kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Indrasari Wisnu Wardana—telah ditetapkan sebagai tersangka pada 19 April 2022— untuk diberikan penerbitan Persetujuan Ekspor (PE) Crude Palm Oil (CPO). Lin Che Wei menerima uang miliaran rupiah dari PT Wilmar Nabati Indonesia dan PT Musim Mas sebagai kompensasi jasa konsultasi dan rekomendasi penerbitan PE CPO.

Sebelumnya pada 19 April 2022, Kejaksaan Agung menetapkan 4 tersangka pelaku korupsi penerbitan PE CPO di Kemendag yaitu Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Indrasari Wisnu Wardana, Master Parulian Tumanggor, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Stanley MA Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group dan Pierre Togar Sitanggang, General Manager PT Musim Mas.

Para tersangka berkomunikasi intens dengan Indrasari untuk mendapatkan izin ekspor walaupun mereka dinila belum memenuhi persyaratan karena tidak memenuhi ketentuan 20 persen Domestic Market Obligation (DMO)—tidak mendistribusikan minyak goreng ke dalam negeri minimal 20 persen dari total ekspor—  dan menetapkan harga tidak sesia dengan harga penjualan dalam negeri. Padahal ketentuan yang diwajibkan sejak Januari ini untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng dalam negeri serta harga jual yang terlampau tinggi untuk masyarakat.

Keinginan para tersangka untuk ekspor CPO ini juga diperkuat dengan meroketnya harga minyak kelapa sawit (CPO) di dunia sejak awal tahun 2022 yang tembus dengan harga tertinggi hingga USD 2.010 per ton pada 9 Maret 2022 di Bursa Komoditas Rotterdam. Ini meningkat drastis dari harga akhir tahun 2021 di USD 1.305 per ton.

“Dengan harga CPO yang tinggi, izin ekspor ini tentu akan sangat menguntungkan korporasi. Segala cara dilakukan untuk mendapatkan izin, walaupun berimbas pada kelangkaan minyak goreng di dalam negeri,” ujar Made.

Jikalahari menelusuri terkait sumber pendanaan yang diterima oleh divisi bisnis kelapa sawit Wilmar dan Musim Mas sepanjang 2013 hingga 2021 melalui website forestandfinance.org pada 18 Mei 2022.

Pada 2021 saja, para penyandang dana ikut memegang saham Grup Wilmar melalui perusahaan Wilmar International, Wilmar Cahaya Indonesia dan WII dengan nilai total USD 311,04 juta dolar atau setara dengan Rp 4,577 triliun, menurut kurs hari ini USD 1 = Rp 14.717,3, termasuk Dana Pensiun  Pegawai Publik dari California.

Para investor Wilmar Grup berasal dari Amerika Serikat, Kanada, Jepang, China, Inggris, Taiwan, Swiss, Spanyol, Korea Selatan, Singapura, Norwegia, Malaysia, Luksemburg, Italia, Jerman, Prancis, Finlandia, Kepulauan Virgin Inggris, Australia, Austria, Belgium, Afrika Selatan hingga Bermuda.

Tak hanya melalui kepemilikan saham, Wilmar juga memperoleh pendanaan melalui fasilitas penerbitan surat hutang, pinjaman perusahaan, kredit bergulir dan penerbitan saham perusahaan dengan total USD 4.347,61 juta atau setara Rp 63,99 triliun (dengan kurs hari ini), selama 2013-2021.

Untuk Grup Musim Mas, sepanjang 2013 – 2020 mendapatkan fasilitas pendanaan dalam bentuk pinjaman perusahaan dan kredit bergulit sebesar USD 1.284 juta atau setara Rp 18,9 triliun (menurut kurs hari ini). Kreditur tersebut diantaranya Rabobank (USD 551 juta/ Rp 8,1 triliun), Groupe BPCE (USD 365,5 juta/ Rp 5,38 triliun), HSBC (USD 282,5 juta/ Rp 4,16 triliun), ING Group (USD 59,3 juta/ Rp 872,66 miliar) dan DBS (USD 25,6 juta/Rp 376 miliar). Kreditur bagi Musim Mas Group ini berasal dari Belanda, Prancis, Inggris dan Singapura.

Jikalahari menduga hanya dengan mengandalkan bisnis mereka yang tak tercemar kejahatan mustahil mampu mengembalikan pembiayaan tersebut. “Oleh karenanya keuntungan yang berasal dari korupsi, pajak dan pencucian uang yang selama ini mereka lakukan, kami duga digunakan juga untuk membayar utang pada para penyandang dananya,” sebutnya.

Kejagung musti memperluas penyidikannya, salah satunya menyurati atau memanggil para penyandang dana tersebut. Kesempatan ini pula dapat digunakan oleh Presiden Jokowi memperbaiki tata kelola pembiayaan sawit agar bebas dari pencucian uang. Negara-negara penyandang dana juga perlu melakukan review pembiayaan bagi Grup Wilmar dan Musim Mas yang dilakukan oleh lembaga jasa keuangan di dalam yurisdiksinya, dan bila memungkinkan menghentikan atau tidak memperpanjang pembiayaan pada dua grup tersebut.

“Enak saja para penyandang dana di luar negeri sana, pura-pura tidak tahu harta kekayaan mereka mengandung money laundering, merusak hutan tanah dan lingkungan hidup bahkan memakan pajak rakyat Indonesia,” pungkas Made Ali.