Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Jaksa KPK: Penasehat Hukum Andi Putra Kurang Memahami Hukum Acara Pidana yang Berlaku

Jaksa KPK: Penasehat Hukum Andi Putra Kurang Memahami Hukum Acara Pidana yang Berlaku



Berita Baru, Pekanbaru – Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rio Frandy membacakan surat tanggapan atas nota keberatan atau eksepsi terdakwa Andi Putra, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pekanbaru, pada Kamis (31/3/2022). Andi Putra merupakan Bupati Kuantan Singingi nonaktif.

Dalam materi tanggapannya, Rio menilai penasehat hukum terdakwa Andi Putra kurang memahami Hukum Acara Pidana yang berlaku. Menurutnya, tim penasihat hukum Andi Putra sejatinya memang tidak memiliki alasan untuk mengajukan eksepsi sebagaimana diatur secara limitatif dalam pasal 156 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

Bahkan, materi eksepsi yang telah disampaikan oleh tim penasehat hukum terdakwa, menurut Rio sangat terlihat penasehat hukum sudah tidak sabar dan terlalu bersemangat melakukan pembelaan terhadap diri terdakwa, sehingga dalam ekspesinya sudah menyampaikan dalil-dalil pembelaan yang seharusnya hanya dapat disampaikan pada tahap pembelaan atau pleidoi.

“Saat sidang pembacaan dakwaan yang lalu, ketika penasihat hukum diberikan kesempatan oleh majelis hakim untuk mengajukan eksepsi, namun saat itu tim penasihat hukum mengatakan akan mengajukan eksepsi bersamaan dengan pembelaan atau pleidoi,” ujar jaksa KPK, Rio Frandy di Ruang Sidang Pengadilan Tipikor Pekanbaru.

Selain itu, Rio juga mengatakan bahwa penasihat hukum terdakwa juga terburu-buru untuk memframing persidangan tersebut.

“Seolah-olah terdakwa bukan pelaku tindak pidana dan tidak melakukan perbuatan sebagaimana dalam surat dakwaan, padahal sejatinya hal tersebut telah masuk tahap pembuktian di persidangan,” terangnya.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Jaksa KPK meminta hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru, agar menolak eksepsi atau nota keberatan Andi Putra untuk seluruhnya.

Jaksa juga meminta majelis hakim menyatakan bahwa surat dakwaan Andi Putra telah memenuhi syarat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Jaksa meminta hakim memutuskan melanjutkan persidangan ke tahap pembuktian berdasarkan surat dakwaan yang telah dibuat.

Penasehat Hukum Andi Putra Ajukan Eksepsi Bersamaan Pledoi

Saat sidang lanjutan dengan agenda pembacaan dakwaan pada Senin, 14 Maret 2022, majelis hakim bertanya kepada penasihat hukum terdakwa apakah akan mengajukan eksepsi atas dakwaan tersebut. Hal itu dipertanyakan hakim Dahlan, usai dakwaan dibacakan oleh jaksa KPK.

“Apakah penasihat hukum akan mengajukan keberatan atas surat dakwaan?,” tanya Dahlan kepada penasihat hukum terdakwa.

Lantas atas pertanyaan itu, penasehat hukum terdakwa mengatakan akan mengajukan eksepsi.

“Terimakasih Yang Mulia, setelah kami mendengar pembacaan surat dakwaan, kami akan mengajukan eksepsi tetapi bersamaan dengan pleidoi,” ujar penasehat hukum Andi Putra, Dody Fernando saat menjawab pertanyaan majelis hakim.

Namun hakim Dahlan kembali menjawab pernyataan Dody itu. Dahlan menjelaskan kepada Dody, bahwa kasus pidana berbeda dengan perdata. “Ini berbeda dengan perkara perdata, kalau hukum perkara perdata menyangkut eksepsi kewenangan mengadili wajib diputus sama, selebihnya diputus dalam pokok perkara. Sedangkan pidana, eksepsi tentang apapun harus diputuskan terlebih dahulu,” jelas Dahlan.

Seketika Dody pun terdiam sejenak mendengar penjelasan dari majelis hakim itu, tampak ia juga sambil berdiskusi dengan timnya. Lalu, Dody pun lanjut berbicara kembali. Dody mengatakan bahwa dalam beberapa kali praktek, ia pernah melakukan itu, yakni mengajukan eksepsi bersamaan dengan pledoi.

Ia pun kembali dibantah oleh hakim, kata Dahlan, pengajuan eksepsi harus didepan.

“Ya didepanlah, saya tidak tahu majelis hakim lain memakai Hukum Acara apa?, kalau eksepsi dikabulkan maka dakwaan dipulangkan, dan terdakwa kami perintahkan untuk segera dilepaskan. Lalu itu nanti terserah penuntut umum, mau memproses balik, dan menangkap balik dengan penahanan yang baru,” jelasnya.

“Tak tahu saya hukum acara apa itu, apakah KUHAP mengenal seperti itu?,” imbuh hakim Dahlan.

Sebelumnya, Andi Putra didakwa telah menerima suap dari General Manager PT AA yaitu Sudarso. Andi Putra diduga menerima suap sebesar Rp 500 juta.

Uang itu diduga merupakan tahap pertama dari yang dijanjikan Sudarso sebesar Rp 1,5 miliar. Pemberian uang itu juga diduga berkaitan dengan permohonan yang diajukan Sudarso kepada Andi Putra selaku Bupati Kuansing untuk menerbitkan surat rekomendasi persetujuan tentang penempatan kebun kemitraan/plasma paling sedikit 20 persen di Kabupaten Kampar.

Rekomendasi itu nantinya akan digunakan sebagai lampiran dalam syarat melakukan perpanjangan hak guna usaha (HGU) PT AA, yang kebunnya berlokasi di Kuansing.

Atas perbuatannya, Andi Putra didakwa oleh jaksa KPK dengan pasal 12 huruf a atau pasal 11 UU Republik Indonesia No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah UU Republik Indonesia No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupai jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sidang ini dipimpin oleh Majelis Hakim Dahlan selaku hakim ketua, serta dua hakim anggota masing-masing Adrian Hasiholan Bogawjin Hutagalung dan Yanuar Anadi.