Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Berpotensi Gusur Lahan Adat dan Hancurkan Sisa Hutan di Kalimantan, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Gugat UU IKN ke MK

Berpotensi Gusur Lahan Adat dan Hancurkan Sisa Hutan di Kalimantan, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Gugat UU IKN ke MK



Berita Baru, Jakarta – Wahana Lingkungan Hidup Hidup Indonesia (Walhi) menolak pemindahan Ibu Kota Negara yang baru di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

Penolakan itu dinyatakan secara konstitusional dengan menggugat Undang-undang Ibu Kota Negara (UU IKN) yang belum lama ini disahkan DPR. Gugatan tersebut telah didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi hari ini, Jumat (1/4/2022).

Gugatan secara resmi telah didaftarkan oleh beberapa pemohon, di antaranya Walhi, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (Aman), Busyro Muqoddas, Trisno Rahardjo, Dwi Putri Cahyawati, dan satu warga Sepaku, Penajam Paser Utara.

“Walhi sebagai organisasi gerakan lingkungan hidup terbesar di Indonesia, dengan jumlah anggota sebanyak 504 organisasi dari unsur organisasi nonpemerintah dan organisasi pencinta alam, serta 203 anggota individu yang tersebar di 28 Propinsi, menyatakan menolak pemindahan IKN,” kata Pengkampanye Hutan dan Kebun Walhi, Uli Arta Siagian saat dihubungi Beritabaru.co, Jumat (1/4/2022).

Alasan pertama Walhi bersama koalisi menggugat beleid ini karena menilai corak penyusunan, pembahasan dan penetapan UU IKN sama persis dengan UU Cipta Kerja.

Selain mirip dengan UU Cipta Kerja, dalam membahas dan menetapkan RUU ini menjadi UU, DPR mengerjakan semua ini cukup dengan waktu 17 hari.

“Selain sangat cepat, partisipasi penuh rakyat Indonesia ditutup rapat-rapat,” ujarnya.

Uli juga menjelaskan sejumlah pertimbangan mengenai dampak sosial-ekologis yang harus ditanggung warga Kalimantan Timur, secara khusus warga yang hidup di Kutai Kartenegara dan Penajam Paser Utara serta warga di wilayah lainnya yang akan menerima dampak domino dari pembangunan IKN ini benar-benar diabaikan.

Menurut Uli, mega proyek pembangunan IKN yang akan dibangun diatas lahan 256.142 hektar akan menggusur puluhan ribu masyarakat adat dan masyarakat lokal.

Selain itu, proyek berskala besar ini juga dianggap akan menghancurkan hutan-hutan tersisa di Kalimantan, dan akan merampas lebih dari 68 ribu hektar wilayah perairan pesisir, serta belasan Daerah Aliran Sungai (DAS), dan memperbesar eksploitasi material di wilayah lainnya untuk menyokong pembangunan IKN.

Kata Uli, dipilihnya lokasi IKN yang secara eksisting dikuasai oleh korporasi melalui izin-izin kehutanan, pertambangan dan perkebunan ditengarai dapat menjadi pintu “pemutihan” pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh korporasi. Semisal, pengabaian tanggungjawab korporasi untuk mereklamasi lubang tambang milik mereka.

Berdasarkan catatan Walhi, saat ini tercatat 2.415 lubang tambang dengan total luasan 29 ribu hektar masih menganga di wilayah IKN.

“Alasan pengurus negara memindahkan IKN karena secara kualitas ekologis Jakarta menurun adalah sebuah kekeliruan. Sebab, yang dibutuhkan Jakarta adalah pemulihan lingkungan serta penghentian pembangunan skala besar yang telah melampaui daya dukung serta daya tampung lingkungan Jakarta. Pindah atau tidaknya IKN, Jakarta butuh pemulihan,” ujarnya.

Tak hanya beralasan kualitas ekologis Jakarta menurun, pengurus negara juga punya alasan lain, yakni ketimpangan pembangunan dan ekonomi.

Paradigma pembangunan yang dipilih pengurus negara saat ini dengan meletakkan pembangunan fisik skala besar, kata Uli, itu sebuah kekeliruan. Sebab, pembangunan infrastruktur yang saat ini disebut sebagai Proyek Strategis Nasional dan Kawasan Strategis Nasional sesungguhnya tidak berkontribusi langsung pada kesejahteraan rakyat, khususnya rakyat biasa di kampung-kampung.

“Faktanya negara selalu gagal mengenali kebutuhan rakyatnya,” sebutnya.

Kendati negara selalu gagal mengenali kebutuhan rakyat, Uli berujar, itu tidak membuat pengurus negara rendah hati untuk menyatakan kegagalan dan bertanya kepada rakyat apa sesungguhnya yang menjadi kebutuhan mereka.

Dalam hal ini, Walhi juga mendesak pengurus negara untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup, baik di Jakarta, Kalimantan Timur dan di seluruh wilayah Indonesia. Kemudian meminta pengurus negara agar memulihkan hak-hak rakyat dengan mengakui dan melindungi Wilayah Kelola Rakyat sebagaimana yang telah dimandatkan oleh konstitusi Republik Indonesia.