Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

Zulkifli Hasan Jadi Menteri Perdagangan, LSM di Riau Khawatir Mantan Menhut Era SBY Ini Bakal Istimewakan Korporasi



Berita Baru, Pekanbaru – Koalisi organisasi non pemerintah Eyes on the Forest (EoF) menilai langkah Presiden Joko Widodo menetapkan Zulkifli Hasan sebagai Menteri Perdagangan (Mendag), dengan rekam jejak masa lalunya khususnya di Riau, sangat mengkhawatirkan dan menjadi langkah mundur Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf.

“Rekam jejak Zulkifli Hasan saat menjadi Menteri Kehutanan era Presiden SBY justru lebih berpihak pada korporasi sektor kehutanan, perkebunan dan tambang serta diduga terkait dalam korupsi pelepasan kawasan hutan untuk RTRWP Riau yang berdampak pada pencemaran dan perusakan hutan tanah,” kata Made Ali, Koordinator Jikalahari kepada Beritabaru, Kamis (61/6/2022).

Sebagaimana diketahui, usai dilantik oleh Jokowi di Istana Negara pada Rabu (15/6/2022), Zulhas menyebut bahwa dirinya memiliki segudang pengalaman. Zulhas mengatakan, ia pernah menjadi menteri dan pimpinan MPR. Lantas dengan sejumlah pengalamannya itu, ia berjanji akan menyelesaikan sejumlah persoalan, terutama minyak goreng.

Namun menurut catatan EoF, sepanjang 2009-2014, ketika Zulhas menjabat sebagai Menteri Kehutanan dianggap ugal-ugalan dengan menerbitkan 859 izin dengan total luas 12.508.202 hektar yang terbagi dalam IUPHHK-HA, IUPHHK-HTI, IUPHHK-HTR, IUPHHK-RE, Jasa Lingkungan, Pinjam Pakai Kawasan Hutan dan Data Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan untuk Perkebunan.

“Dan izin-izin itu adalah rumah bagi masyarakat adat yang tanpa sepengetahuan mereka, Zulkifli Hasan memberikan izin pada korporasi,” ujar Direktur Eksekutif WALHI Riau, Boy Jerry Even Sembiring.

Boy menyebutkan bahwa saat Ketum DPP Partai PAN itu menjabat sebagai Menhut, sebanyak 12,5 juta hektar izin telah diterbitkan. Sedangkan untuk di Riau, sebanyak 598.570 hektar diterbitkan.

“Izin tersebut terbagi dalam IUPHHK-HTI sebanyak tiga izin. Pemegang izin itu adalah PT Peranap Timber, PT Nusantara Sentosa Raya dan PT RAPP, semua perusahaan ini berafiliasi ke APRIL Group,” kata Boy.

Lalu, sebanyak 5 izin IUPHHK-HTR. Izin itu berada di Kampar II, Kepulauan Meranti, Pelalawan, Rokan Hulu dan Siak.

Kemudian, sebanyak 5 izin IUPHHK-RE. Pemegang izin tersebut adalah PT Gemilang Cipta Nusantara (2 izin), PT Global Alam Nusantara, PT Sinar Mutiara Nusantara dan PT The Best One Unitimber.

“Semua perusahaan ini berafiliasi ke APRIL Group,” sebut Boy.

Tak hanya itu, ada sebanyak 12 izin Pinjam Pakai Kawasan hutan yang diberikan. Dengan rincian, PT Bara Batu Ampar, PT Budi Indah Muliacoal, PT EMP Malacca Strait, PT Kemuning Tambang Sentosa, PT Keritang Buana Mining, PT Manunggal Inti Artamas, PT Baraharum dan PT Samantaka Batubara. Sedangkan untuk Bupati Siak dan PT Bara Prima Pratama mendapatkan dua izin.

Izin lainnya, Data Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan untuk Perkebunan sebanyak 6 izin yang diberikan untuk PT Sumber Mutiara Indah Persada, PT Sumber Sawit Sejahtera dan PT Sawit Rokan Semesta. Sedangkan PT Anugerah Niaga Sawindo mendapatkan 3 izin.

Sementara itu, dari total izin yang diterbitkan Zulkifli Hasan sebanyak 30 izin, namun sebanyak 2 izin telah dicabut oleh Presiden Jokowi pada 2022. Perusahaannya adalah PT Samantaka Batubara (SK.797/Menhut-II/2014) dan PT Keritang Buana Mining (SK.299/Menhut-II/2012).

“Izin hutan dan lahan untuk Korporasi yang diterbitkan Zulkifli Hasan sangat fantastis luasnya, lebih dari 189 kali luas Provinsi DKI Jakarta,” kata Koordinator EoF, Nursamsu.

Nursamsu mengatakan, semua itu belum termasuk untuk korporasi yang mendapat izin pelepasan kawasan hutan dari proses perubahan RTRW Provinsi.

Sebab, pada saat penyusunan Perda RTRW Provinsi Riau pada 2014, Zulkifli Hasan menerbitkan kebijakan perubahan fungsi kawasan hutan dan pelepasan kawasan hutan yang disinyalir menguntungkan pada korporasi perkebunan sawit dalam kawasan hutan tanpa izin.

Dalam hal ini, Zulkifli Hasan menerbitkan Keputusan Menteri Kehutanan SK 673/Menhut-II/2014 Tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan menjadi bukan Kawasan Hutan seluas 1.638.249 hektar dan SK 878/Menhut-II/2014 Tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau.

“Di akhir masa jabatannya, Zulhas masih sempat aktif mengeluarkan izin yang menguntungkan korporasi itu,” sambung Made Ali.

Sepanjang 2016-2018 EoF melakukan investigasi lapangan terhadap pelepasan kawasan hutan menemukan 55 korporasi sawit terindikasi mendapat pelepasan kawasan hutan dari SK 673/Menhut-II/2014 dan 878/Menhut-II/2014.

Total luas pelepasan kawasan hutan yang diperoleh oleh 55 korporasi tersebut mencapai 135.749 hektar. Dari 55 korporasi yang mendapat pelepasan kawasan hutan, terafiliasi pada beberapa grup korporasi perkebunan sawit yang teridentifikasi mengembangkan sawit dalam kawasan hutan sebelum perubahan kawasan hutan dan menebang hutan alam.

Beberapa grup tersebut antara lain: Panca Eka Group, Sarimas Group, Peputra Masterindo, First Resources, Bumitama Gunajaya Agro, Wilmar, Adimulia, Golden Agro Resources (GAR), Astra, Darmex, Indofood, PTPN dan Provident Agro.

Sementara itu, Wilmar Nabati Indonesia salah satu korporasi melalui Komisaris Utama Master Parulian Tumanggor ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung terkait dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) bulan Januari 2021 – Maret 2022.

Bos Wilmar itu ditetapkan sebagai tersangka bersama Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendagri, Indrashari Wisnu Wardhana, Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup Stanley MA, General Manager General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang.

Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menyebut tersangka Indrashari Wisnu Wardhana telah melakukan perbuatan melawan hukum yakni menerbitkan persetujuan ekspor terkait komoditi CPO dan produk turunannya kepada tiga perusahaan yaitu Permata Hijau Group Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, dan PT Musim Mas. Padahal, perusahaan itu belum memenuhi syarat diberikan izin persetujuan ekspor.

“Lewat SK 673 dan SK 878 Tahun 2014, Zulhas diduga memutihkan 55 korporasi sawit dalam kawasan hutan, bisa diartikan, Zulhas memutihkan tindak pidana kehutanan yang dilakukan 55 korporasi tersebut. Selain pidananya, bayangkan berapa potensi kerugian negara akibat pemutihan tersebut?,” kata Boy.

EoF menegaskan bahwa pengangkatan Zulkifli Hasan kembali menjadi Menteri merupakan langkah mundur pemerintahan Presiden Jokowi.

“Selama ini Jokowi selalu mengklaim, bahwa ketimpangan penguasaan lahan di Indonesia akibat bagi-bagi lahan oleh pemerintah, bukan di masa pemerintahannya. Mengapa justru Jokowi mengangkat Zukifli Hasan jadi Menteri kabinetnya yang saat menjadi Menteri Kehutanan era SBY paling banyak melepaskan kawasan hutan untuk korporasi?,” pungkas Made Ali.