Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Kunjungi LAM Riau Bahas Penyelesaian Konflik Agraria dengan PTPN V, Masyarakat Adat Pantai Raja Minta Dukungan Berangkat ke Jakarta

Kunjungi LAM Riau Bahas Penyelesaian Konflik Agraria dengan PTPN V, Masyarakat Adat Pantai Raja Minta Dukungan Berangkat ke Jakarta



Berita Baru, Pekanbaru – Masyarakat Adat Desa Pantai Raja, Kecamatan Perhentian Raja, Kampar mengunjungi Lembaga Adat Melayu Riau (LAM-R) pada Senin (10/10/2022).

Kedatangan mereka untuk meminta tunjuk ajar dan dukungan atas penyelesaian konflik agraria dengan PT Perkebunan Nusantara V.

Rencananya, Masyarakat Adat Pantai Raja akan berangkat ke Jakarta untuk menyampaikan aspirasi dan menuntut penyelesaian konflik agraria kepada Pemerintah Pusat, di antaranya, Presiden RI, Menteri ATR/BPN, Menteri BUMN serta anggota DPR-RI.

“Kami meminta nasihat, tunjuk ajar serta dukungan kepada LAM Riau. Kami akan berangkat ke Jakarta untuk menuntut hak kami atas tanah kami yang dirampas PTPN V sejak 38 tahun lalu. Konflik ini tak kunjung diselesaikan di daerah, meskipun telah difasilitasi baik di tingkat Kabupaten, hingga tingkat Provinsi, namun semua diabaikan oleh PTPN V,” kata salah satu tokoh masyarakat adat pantai raja, Abadillah yang bergelar Datuk Abu Garang.

Dalam kunjungannya itu, masyarakat adat Pantai Raja diterima langsung oleh Timbalan Ketua Umum DPH LAM Riau, Datuk Tarlaili, Sekretaris Umum DPH LAM Riau, Jonnaidi Dasa dan Wakil Bendahara DPH LAM Riau, Ibnu Hazairin.

Pada kesempatan itu, Datuk Tarlaili menyampaikan apresiasi atas semangat dan perjuangan dari masyarakat adat Pantai Raja.

“Selagi itu memang hak kita, sampai kapanpun itu harus kita perjuangkan,” kata Datuk Tarlaili.

Datuk Tarlaili mengatakan, LAM Riau juga akan berupaya semaksimal mungkin untuk membantu kebutuhan masyarakat, termasuk ikut mendampingi masyarakat untuk bertemu pemerintah yang akan di tuju nantinya di Jakarta.

Sementara itu, Datuk Jonnaidi Dasa meminta agar Masyarakat Adat Pantai Raja bisa memanfaatkan waktu semaksimal mungkin selama berada di Jakarta.

“Harus bisa memanfaatkan waktu secara maksimal selama berada di Jakarta. Selain itu, saya juga menyarankan agar masyarakat untuk meminta dukungan Persatuan Masyarakat Riau Jakarta (PMRJ) dan Ikatan mahasiswa Riau Jakarta serta jaringan lainnya,” ujarnya.

Kilas Balik Konflik Agraria antara Masyarakat Adat Pantai Raja dengan PTPN V

Konflik tanah antara masyarakat adat Pantai Raja dengan PTPN V kebun Sei Pagar bermula sejak tahun 1984.

Berdasarkan pengakuan dari masyarakat, pada saat itu PTPN V merampas dan membabat kebun karet mereka seluas 1013 hektar.

Saat itu masyarakat tidak berani melawan dan siapa saja yang melawan akan dituduh sebagai antek-antek PKI. Pasca reformasi, masyarakat adat Pantai Raja melakukan aksi menuntut tanah mereka dikembalikan.

Pada 6 April 1999 mengadakan pertemuan dengan Direksi PTPN V pada 6 April 1999 yang dihadiri oleh Pemda TK II Kampar, UPIKA Kecamatan Siak Hulu, Direksi PTPN V beserta Kabag, ADM dan staf Gaswilpir (ADO) Kebun Sei Pagar, Forum Mahasiswa yang tergabung dalam FKMKI, Ninik Mamak dan Tokoh Masyarakat Pantai Raja.

Pada pertemuan itu, pihak PTPN V mengakui luas areal kebun karet masyarakat yang terkena kebun inti seluas 150 hektar. Walhasil, PTPN V berjanji akan memberikan sagu hati sebesar seratus juta rupiah. Janji itu tertuang dalam surat kesepakatan. Namun masyarakat menolak sagu hati tersebut dan meminta PTPN V supaya mengembalikan lahan mereka.

Akibat permintaan mereka tak pernah dipenuhi oleh perusahaan plat merah itu, masyarakat bersurat ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Akhirnya lembaga itu menindaklanjuti laporan masyarakat tersebut serta memfasilitasi pertemuan dengan PTPN V di kantor Bupati Kampar pada 11 April 2019.

Upaya perdamaian itu menghasilkan beberapa butir-butir kesepakatan, salah satunya PTPN V bersedia membangun kebun seluas 150 hektar dengan pola Kredit Koperasi Primer Anggota (KKPA).

Akan tetapi masyarakat meminta 150 hektar itu bukan model KKPA karena dianggap berhutang.

Masyarakat setuju jika dibangunkan kebun sawit degan pola KKPA, tetapi mereka meminta PTPN V membangunkan kebun seluas 400 hektar, karena masyarakat yang terdampak sebanyak 157 KK.

Lantas, pihak PTPN V menganjurkan membentuk tim gabungan yang isinya masyarakat dan PTPN V. Tim itu bertugas untuk mencari beberapa titik lahan kosong guna dijadikan kebun.

Berdasarkan pengakuan masyarakat adat Pantai Raja, mereka sudah beberapa kali melakukan survei lapangan. Namun lagi-lagi tak ada tindak lanjut dari PTPN V sampai batas waktu yang telah disepakati.

Lantaran tidak ada tindak lanjut dari perusahaan sawit milik negara itu, mereka melakukan aksi selama 23 hari dengan menduduki lahan PTPN V di Kebun Sei Pagat pada 10 Agustus 2020. Aksi itu ditengarai karena PTPN V tak juga merealisasikan janjinya kepada mereka.

Selama aksi, sempat ada upaya dari PTPN V. Pada hari ke-14 aksi, PTPN V mengundang masyarakat bermediasi di kantor Pusat PTPN V, Jalan Rambutan, Pekanbaru.

Alih-alih melanjutkan rekomendasi Komnas HAM RI, PTPN V melalui Chief Executive Officer (CEO) Jatmiko K Santosa, justru melayangkan gugatan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri Bangkinang.

Dalam gugatannya, PTPN V menuntut ganti rugi kepada masyarakat adat Pantai Raja sebesar Rp 14,5 miliar, buntut dari aksi menduduki lahan inti PTPN V di Kebun Sei Pagar, selama 23 hari.

Pada 21 Juli 2021, majelis hakim yang diketuai oleh Riska Widiana serta hakim anggota Sofya Nisra dan Ferdi mengabulkan sebagian gugatan PTPN V.

Adapun putusan majelis hakim, pertama, menyatakan tergugat melakukan perbuatan melawan hukum. Kedua, sertifikat hak guna usaha yang dikeluarkan BPN Kampar pada 24 Maret 2001 ke PTPN V sah, berharga dan memiliki kekuatan hukum mengikat.

Ketiga, berita acara kesepakatan rapat antara masyarakat Pantai Raja dengan direksi PTPN V pada 6 April 1999, bukan alas hak atas tanah milik tergugat maupun pihak lainnya.

Terakhir, tergugat atau yang diwakilinya tidak terbukti memiliki hak atas tanah di atas HGU milik PTPN V.

Majelis juga menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 14.657.000.

Terkait tuntutan ganti rugi sebesar Rp14.506.392.641, majelis hakim menolak gugatan agar masyarakat membayar kerugian yang dialami PTPN V. Alasannya, tidak terbukti.

Tak hanya melayangkan gugatan secara perdata, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu juga melaporkan masyarakat ke Ditreskrimsus Polda Riau.

Masyarakat Adat Pantai Raja Mengaduh ke DPRD Provinsi Riau hingga Kantor Staf Presiden

Masyarakat adat Pantai Raja telah melakukan sejumlah upaya untuk meminta pemangku kepentingan turut menyelesaikan persoalannya dengan PTPN V. Upaya-upaya itu, mereka mengaduhkan persoalan ini ke DPRD Riau, Gubernur Riau hingga Kantor Staf Presiden.

Pada Kamis, 17 Juni 2021, Komisi II DPRD Riau menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan masyarakat adat Pantai Raja dan PTPN V. Kala itu, pertemuan tersebut dipimpin langsung oleh Ketua Komisi II, Robin P Hutagalung.

Dalam rapat ini, perwakilan masyarakat dihadiri oleh ninik mamak Desa Pantai Raja dan Ketua Tim Advokasi Gempar, HM Yunis. Sedangkan dari PTPN V, hadir secara langsung CEO/Direktur Utama PTPN V yaitu Jatmiko K Santosa.

Tak hanya sekali, komisi II DPRD Riau kembali mengundang masyarakat adat Pantai Raja dan PTPN V pada Kamis (24/6/2021). Pertemuan kedua ini menghasilkan tiga poin kesepakatan. Poin kesepakatan tersebut tertuang dalam berita acara rapat dengar pendapat Komisi II.

Adapun isi kesepakatan itu, pertama, mendorong Pemkab Kampar mencari atau menyediakan lahan seluas 400 hektare di Kabupaten Kampar.

Kedua, memudahkan Pemkab Kampar dalam penyelesaian pencarian lahan seluas 400 hektare yang dimohonkan masyarakat Pantai Raja dari pelepasan hutan untuk PTPN V pada kelompok hutan Sungai Kampar Kanan dan Kampar Kiri seluas 21.994 hektare dengan cara mengurangi luas lahan yang diusahakan PTPN V baik inti maupun plasma.

Semua pihak baik PTPN V, Pemkab Kampar akan mencari data realisasi sisa penggunaan lahannya dari PTPN V atau lahan lain di Kabupaten Kampar dalam waktu maksimal setahun.

Ketiga, PTPN V bersedia membangun perkebunan kelapa sawit dengan pola Kredit Koperasi dan Primer Anggota (KKPA) seluas 150 hektare sepanjang ada ketersediaan lahan sesuai aspek teknis dan legal serta adanya kesediaan pendanaan dari perbankan. Sementara untuk 250 hektare sebagaimana keinginan masyarakat dapat dimohonkan kembali kepada PTPN V setelah lahan ada dan PTPN V segera meneruskan permohonan masyarakat tersebut kepada pemegang saham.

Kesepakatan itu ditandatanagani oleh sejumlah pihak yang hadir. Diantaranya, Ketua dan Sekretaris Komisi II DPRD Riau, Robin P Hutagalung dan Sugianto.

Kemudian berita acara kesepakatan itu juga ditandatangani oleh perwakilan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau, Marsa Putri, Dinas Perkebunan Provinsi Riau, Sri Ambar Kusumawati, Kanwil BPN Provinsi Riau Indrie Kartika Dewi, Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Kampar Sutrilwan, Dinas Perkebunan Kabupaten Kampar Syahrizal, SEVP Operation PTPN V, Ospin Sembiring, Kepala Desa Pantai Raja Khairud Zaman dan Masyarakat Adat Desa Pantai Raja Gusdianto dan M Yunis.

Tak mau ketinggalan, pada 29 Juni 2021, Pemerintah Provinsi Riau melalui Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra Setdaprov Riau juga mengundang masyarakat tersebut di Ruang Rapat Kantor Gubernur. Pembahasan dan pihak-pihak yang hadir juga sama ketika RDP di DPRD Riau.

Begitu pula dengan Gubernur Riau, Syamsuar, pada 25 Oktober 2021, ia menerima kedatangan perwakilan masyarakat adat Pantai Raja di kediamannya.

Dalam pertemuan itu, Syamsuar mengatakan akan menindaklanjuti hasil pertemuan sebelumnya, yakni ketika masyarakat diundang oleh Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra Setdaprov Riau pada 29 Juni 2021.

Syamsuar juga mengaku heran atas persoalan konflik agraria antara masyarakat adat Pantai Raja dengan PTPN V, sebab persoalannya sudah berlangsung sejak lama.

Menanggapi persoalan yang dihadapi oleh masyarakat adat Pantai Raja, Syamsuar pun berjanji akan mendorong persoalan tersebut dapat diselesaikan oleh Panitia Kerja (Panja) tentang evaluasi dan pengukuran ulang atas hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), hak pengelolaan (HPL) dari Komisi II DPR RI.

Upaya-upaya yang dilakukan masyarakat adat Pantai Raja tak hanya disampaikan di daerah saja, namun juga disampaikan ke pemerintah pusat. Pada 13 Juli 2021, Kantor Staf Presiden (KSP) juga menanggapi laporan masyarakat adat Pantai Raja. Prinsipnya, KSP memahami konflik yang terjadi serta akan segera berkirim surat ke Polda Riau untuk tidak melanjutkan proses hukum yang dihadapkan kepada tim advokasi masyarakat adat Pantai Raja yang terdiri dari sejumlah tokoh masyarakat adat itu. KSP juga mengagendakan untuk kunjungan lapangan.

Pada 12 November 2021, Deputi II KSP, Abetnego Tarigan melakukan kunjungan lapangan ke Desa Pantai Raja. Kunjungan ini juga merupakan tindaklanjut dari pertemuan virtual sebelumnya. Dalam pertemuan tersebut Abetnego Tarigan menyatakan bahwa hal tersebut adalah kepentingan masyarakat dan akan segera melihat upaya-upaya yang sudah dilaksanakan dan mencari solusi yang terbaik.

Namun hingga kini belum ada hasil penyelesaian yang disampaikan oleh KSP ke masyarakat adat Pantai Raja, usai melakukan kunjungan tersebut.