KPK Banding, Senarai: Hak Politik Andi Putra Harus Dicabut
Berita Baru, Pekanbaru – Komisi Pemberantasan Korupsi mengajukan banding terhadap vonis Bupati nonaktif Kuantan Singingi Andi Putra. Meski menghormati putusan hakim, namun KPK menilai vonis tersebut belum mengakomodasi tuntutan jaksa.
“Kami menyatakan banding atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru terhadap terdakwa Andi Putra,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dihubungi pada Rabu (3/8/2022).
Adapun memori banding tersebut telah didaftarkan oleh jaksa KPK di PN Pekanbaru pada Selasa (2/8/2022).
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru memvonis Andi dengan pidana 5 tahun 7 bulan penjara dan denda Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan.
Vonis itu lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK, yaitu 8 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan penjara.
Kemudian, sebagian dari tuntutan jaksa juga tidak dikabulkan hakim, yakni tentang pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana dan membayar uang pengganti sebesar Rp 500 juta.
Baru Tiga Bulan Menjabat Jadi Bupati, Tapi Sudah Tertangkap KPK
Lembaga Swadaya Masyarakat yang berfokus pada pemantauan persidangan kasus korupsi di Riau, yaitu Senarai menyayangkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor yang tidak mencabut hak politik Andi untuk dipilih selama 5 tahun setelah jalani pidana.
“Padahal pencabutan hak politik dapat menambah efek jera bagi pejabat. Sekaligus memberi edukasi ke publik agar tidak memilih lagi pemimpin yang terbukti korupsi. Apalagi Andi Putra baru saja menjabat sekitar 4 bulan sebagai Bupati Kuansing,” kata Koordinator Umum Senarai, Jeffri Sianturi.
Lantaran baru saja menjabat sebagai Bupati Kuansing sekitar 4 bulan, menurut Jeffri, hal itu semestinya jadi pertimbangan majelis mencabut hak politik Andi. Tidak hanya untuk dipilih sebagaimana tuntutan jaksa, tapi juga untuk memilih.
Selain itu, Jeffri mengatakan bahwa dalam persidangan terungkap kalau Andi Putra terbukti tidak berpihak pada masyarakatnya, sebab hendak menyetujui keinginan PT Adimulia Agrolestari yang enggan membangun kebun plasma di Desa Suka Maju dan Bumi Mulya.
Sejak beroperasi pada 1998, PT Adimulia Agrolestari belum memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat di wilayah Kuansing. Pelanggaran itu berlanjut ketika perusahaan hendak memperpanjang Hak Guna Usaha (HGU) yang akan berakhir tahun mendatang yakni 2024.
KPK Harus Segera Tetapkan Frank Wijaya dan M Syahrir Jadi Tersangka
Koordinator Senarai, Jeffri mendesak lembaga antirasuah yakni KPK segera menetapkan tersangka lain dalam kasus suap perpanjangan hak guna usaha (HGU) PT Adimulia Agrolestari. Sebab, menurutnya, Sudarso sebagai General Manager PT Adimulia Agrolestari dan Andi Putra yang telah dijatuhi hukuman tidak serta merta bertindak sendiri.
“Korupsi perpanjangan izin perkebunan sawit ini, berawal ketika Komisaris Utama Frank Wijaya memerintahkan Sudarso mengurus perpanjangan HGU. Kendala utamanya adalah PT Adimulia Agrolestari belum memfasilitasi pembangunan 20 persen kebun masyarakat di sekitarnya,” ungkap Jeffri.
Alih-alih menekan perusahaan mematuhi kewajiban tersebut, Kakanwil BPN Riau, M Syahrir, justru memberikan saran kepada Sudarso agar meminta rekomendasi ke Andi Putra.
“Isi dari rekomendasi itu adalah agar PT Adimulia Agrolestari tidak perlu membangun kebun plasma lagi,” ujar Jeffri.
Ketika Sudarso menjalankan perintah itu, Andi Putra meminta imbalan Rp 1,5 miliar. Frank Wijaya kemudian menyetujuinya. Lalu, mereka telah memberikan Rp 500 juta. Sesuai perjanjian penyerahan uang secara bertahap. Sebelum ditangkap tangan oleh KPK, bahkan rencananya akan melakukan penyerahan uang sejumlah Rp 250 juta lagi.
“Sayangnya, majelis tidak mempertimbangkan rangkaian peristiwa korupsi itu untuk memerintahkan KPK menyelidiki Frank dan Syahrir,” ucap Jeffri dengan nada kesal.
Atas hal ini Jeffri mendesak agar KPK segera menetapkan Syahrir dan Frank Wijaya sebagai tersangka berikutnya.
“Selain itu, Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto juga harus memberhentikan Syahrir. Dia turut menerima Rp 1,2 miliar dari Sudarso saat mengajukan permohonan perpanjangan HGU Adimulia Agrolestari,” pungkasnya.