Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Gajah Sumatera Mati di Konsesi PT Riau Abadi Lestari, Jikalahari: Konsesi APP Group Tidak Aman Bagi Satwa Liar

Gajah Sumatera Mati di Konsesi PT Riau Abadi Lestari, Jikalahari: Konsesi APP Group Tidak Aman Bagi Satwa Liar



Berita Baru, Pekanbaru – Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar mengevaluasi izin korporasi hutan tanaman industri (HTI) milik Asian Pulp and Papper Group.

Desakan ini muncul pasca ditemukannya seekor Gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus) berjenis kelamin betina mati di areal konsesi PT Riau Abadi Lestari, Desa Koto Pait Beringin, Kecamatan Talang Mandau, Kabupaten Bengkalis.

Diketahui, hewan bertubuh besar tersebut ditemukan oleh seorang karyawan perusahaan konsesi pada Rabu (25/5/2022).

Satwa yang dilindungi ini mati dengan mengeluarkan darah dari mulut dan anusnya. Diperkirakan, hewan bertelinga lebar tersebut berumur 25 tahun, serta sedang dalam keadaan mengandung dan akan melahirkan.

“Ini bentuk kegagalan PT Riau Abadi Lestari l menjaga konsesinya dari perburuan satwa liar. Konsesi PT Riau Abadi Lestari tidak aman bagi satwa liar yang berada di sekitar lansekap Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil (SM GSK),” kata Wakil Koordinator Jikalahari, Okto Yugo Setyo kepada Beritabaru.co, Senin (30/5).

Bersasarkan catatan Jikalahari, ini bukan pertama kalinya kejadian atas matinya gajah di konsesi APP Group. Sebelumnya, pada 2016, seekor gajah betina berumur 25 tahun ditemukan mati di dalam kubangan air di Distrik II Duri. Kemudian, pada November 2019, seekor gajah gajah jantan berumur 40 tahun mati dengan kepala terpisah dari badannya di areal konsesi PT Arara Abadi Distrik II Duri.

SM GSK dikelilingi oleh 7 anak perusahaan APP Group, di antaranya, PT Arara Abadi, PT Balai Kayang Mandiri, PT Bukit Batu Hutani Alam, PT Riau Abadi Lestari, PT Rimba Mandau Lestari, PT Satria Perkasa Agung dan PT Sekato Pratama Makmur. Secara keseluruhan, luas konsesi APP group di blok GSK seluas 287.204 hektar.

Jikalahari menganggap keberadaan korporasi APP Group mengakibatkan deforestasi di blok GSK dan menghancurkan habitat Harimau Sumatera dan Gajah yang ada. Hasil analisis Jikalahari pada 2019, sekitar 888.965 hektar luas blok GSK, saat ini hanya tinggal 137.265 hektar hutan alam.

“Secara langsung maupun tak langsung, PT Riau Abadi Lestari termasuk APP Group turut serta melakukan pemusnahan satwa liar dilindungi oleh hukum Indonesia yaitu dengan membiarkan pemburu masuk ke dalam konsesinya, serta juga telah merusak hutan alam sebagai habitat satwa liar,” kata Okto.

Selain sering terjadinya kematian gajah, Okto mengatakan bahwa kerap terjadi konflik antara Harimau Sumatera dengan manusia di konsesi APP Group.

Pertama pada 23 Mei 2019, seorang warga bernama M Amri meninggal di kanal sekunder 41 pada konsesi PT Riau Indo Agropalma (RIA) APP Group, Desa Tanjung Simpang, Pelangiran, Indragiri Hilir. Kedua, pada 25 Agustus 2019, Darmawan alias Nang berusia 36 tahun itu tewas diterkam harimau di areal PT Bhara Induk (APP Group), Dusun Sinar Danau, Desa Tanjung Simpang, Kecamatan Pelangiran.

Lalu, ketiga, pada 24 Oktober 2019, Wahyu Kurniadi asal Aceh yang bekerja di perusahaan kontraktor PT Kencholin Jaya rekanan PT RIA (APP Grup), kena terkam di areal kerja PT RIA, Kecamatan Pelangiran, Indragiri Hilir. Dan keempat, pada 30 Januari 2020, Darmawan, 42 tahun tewas dimangsa harimau sumatera saat mencari kayu di konsesi PT Bhara induk (APP Grup), Desa Tanjung Simpang, Kecamatan Pelangiran, Inhil.

“Matinya Gajah Sumatera akibat perburuan dan terus bertambahnya korban akibat konflik Harimau Sumatera dengan manusia di konsesi APP Grup perlu direspon oleh Menteri LHK dengan mengevaluasi dan mencabut izin untuk mengembalikan habitat satwa liar yang dilindungi,” ujar Okto.

“Ini juga bentuk kegagalan BBKSDA Riau mencegah terjadinya kematian satwa dilindungi di dalam konsesi HTI,” imbuhnya.

Tak hanya itu, Jikalahari juga mendesak Menteri LHK segera menerbitkan peraturan khusus mengenai pencegahan kematian satwa dilindungi di dalam konsesi HTI.

“Agar untuk kemudian hari pencegahan kematian satwa dilindungi tidak terjadi lagi. Dan kolaborasi multipihak, khususnya antar pemerintah pusat dan daerah mutlak diperlukan. Sejauh ini, pemerintah daerah tidak pernah merespon kematian satwa dilindungi, seolah olah hanya menjadi tugas KLHK,” pungkasnya.