LBH Pekanbaru dan Komahi Fisip Unri Kecewa Syafri Harto Divonis Bebas oleh Hakim
Berita Baru, Pekanbaru – Majelis hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru, hari ini, Rabu (30/3/2022), membacakan putusan terhadap terdakwa Syafri Harto.
Terdakwa Syafri merupakan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik nonaktif di Universitas Riau yang sebelumnya telah didakwa dalam kasus dugaan pelecehan seksual terhadap mahasiswinya.
Hakim yang diketuai Estiono menyatakan SH tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana sesuai dakwaan primer pasal 289 KUHP tentang pencabulan.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru, yang mengawal kasus ini dari awal mengaku kecewa terhadap vonis bebas dari hakim PN Pekanbaru tersebut.
“Tentunya kita atas nama penyintas dan keluarga penyintas kecewa terhadap putusan yang dibacakan hakim siang tadi,” kata pengacara publik LBH Pekanbaru, Rian Sibarani kepada Beritabaru.co, Rabu (30/3) malam.
Adapun upaya yang akan dilakukan setelah ini, Rian berujar, pihaknya akan mendesak kejaksaan untuk melakukan kasasi atas vonis bebas dari hakim itu.
Menurut Rian, hakim tidak mempertimbangkan hasil psikologis maupun keterangan ahli psikolog yang dihadirkan pada saat persidangan.
“Hakim berpandangan bahwa tidak ada kekerasan secara fisik, akan tetapi hakim tidak mempertimbangkan hasil psikologis penyintas dan juga keterangan-keterangan ahli psikolog yang dihadirkan di ruang persidangan,” ujarnya.
“Hakim hanya berpendapat apakah tidak ada saksi lain yang melihat kejadian itu atau tidak, ternyata dalam kasus ini memang tidak ada saksi yang melihat langsung,” imbuhnya.
Rian menjelaskan, dalam kasus ini sebenarnya ada rangkaian-rangkaian yang bisa dipertimbangkan oleh hakim, seperti halnya hasil psikologis, hasil pemeriksaan oleh kepolisian dan kejaksaan, serta juga fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan. “Hakim seharusnya menggali itu,” sebutnya.
Meskipun begitu, Rian berharap untuk pada kasus lainnya agar ada payung hukum yang kuat untuk melindungi para korban pelecehan seksual.
“Kasus kekerasan seksual ini sudah menjadi bom waktu dan beberapa tahun terakhir kasus ini terus-menerus mencuat ke publik,” tegasnya.
Rian juga berpendapat, dari putusan yang dibacakan siang tadi akan menjadi preservasi (perlindungan) yang buruk bagi para penyintas, karena sebelum putusan ini pun penyintas masih banyak yang belum berani mengungkapkan kasusnya.
“Putusan ini akan menjadi preservasi yang buruk bagi penyintas, sebab masih banyak penyintas yang belum berani mengungkapkan kasusnya atau perbuatan yang pernah dialaminya oleh pelaku kekerasan seksual lantaran tidak ada payung hukum yang mampu menegakan keadilan, maka terhadap kasus ini semakin memperkuat anggapan itu,” cetusnya.
Secara terpisah, Korps Mahasiswa Hubungan Internasional (KOMAHI) Fisip Unri, juga menyampaikan rasa yang sama, yakni kecewa terhadap vonis bebas yang dijatuhkan majelis hakim PN Pekanbaru terhadap terdakwa SH. Hal ini disampaikan oleh Vice Mayor Komahi, Voppi Rosea Bulki.
“Seharusnya majelis hakim mampu melihat dampak-dampak psikis yang dialami korban dan paham bahwa kasus pelecehan seksual pasti minim saksi,” kata Voppi saat dihubungi.
Selain kecewa, Komahi yang dari awal juga mengawal kasus ini merasa sedih atas vonis bebas tersebut. Dan akan mendesak kejaksaan agar melakukan kasasi.
“Kami dari pihak mahasiswa pastinya sedih dan kecewa dengan putusan hari ini. Namun oleh karena itu kami tetap menghormati keputusan majelis hakim dan meminta kejaksaan agar melakukan kasasi”. pungkasnya.
Sebelumnya, Komahi Fisip Unri menjelang adanya putusan ini menyerahkan petisi kepada pihak Pengadilan Negeri Pekanbaru, pada Senin, (28/3).
Petisi yang diinisiasi oleh Komahi itu didaftarkan melalui Pusat Pelayanan PN Pekanbaru dan ditujukan untuk Ketua PN Pekanbaru.
Sebanyak 41 ribu orang telah memberikan dukungan atas petisi ini lewat platform change.org.
Petisi tersebut mendesak hakim agar dapat menghukum terdakwa kasus dugaan pelecehan seksual mahasiswi Unri, yakni Dekan Fisip Unri nonaktif Syafri Harto, secara maksimal.
Penulis : Sanarto