Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

LBH Pekanbaru Bersama YLBHI dan Komnas Perempuan Bahas Putusan PN Pekanbaru yang Memvonis Bebas Pelaku Pelecehan Seksual Mahisiswi UNRI

LBH Pekanbaru Bersama YLBHI dan Komnas Perempuan Bahas Putusan PN Pekanbaru yang Memvonis Bebas Pelaku Pelecehan Seksual Mahisiswi UNRI



Berita Baru, Pekanbaru – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru mengadakan konferensi pers terkait putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru yang memvonis bebas pelaku pelecehan seksual terhadap mahasiswi Universitas Riau, Selasa, (5/4/2022).

Konferensi pers ini diikuti oleh beberapa lembaga pemerhati, di antaranya, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Komisi Nasional Perempuan.

Dalam pemaparannya, Pengacara Publik LBH Pekanbaru, Rian Sibarani menyebutkan bahwa putusan PN Pekanbaru yang memvonis bebas SH sebagai pelaku pelecehan seksual tidak dapat dijadikan contoh bagi kasus-kasus kekerasan seksual yang lain, karena putusan bebas ini tentunya menampar dan menjadi cerminan yang buruk terhadap penegakan hukum.

“Meskipun dan apapun yang menjadi putusan hakim tetap kita hormati karena itu menjadi produk hukum Pengadilan Negeri dalam memutus suatu perkara,” kata Rian.

Kemudian, hal senada juga disampaikan oleh pihak YLBHI, Meila Nurul Fajriah mengatakan, putusan hakim tersebut merupakan pukulan telak bagi semua pihak yang salama ini fokus kepada perlindungan korban.

“Putusan ini merupa salah satu pukulan telak bagi kita semua yang selama ini fokus pada perlindungan korban khususnya,” ujar Meila.

Meila menyebutkan bahwa adanya putusan ini seakan-akan mengkhianati korban kasus kekerasan seksual.

“Kami bisa bilang apa yang dilakukan oleh hakim PN Pekanbaru itu merupakan sebuah penghianatan, khususnya terhadap korban, dan juga korban-korban kasus kekerasan seksual pada umumnya,” sebutnya.

Menurut Meila, putusan ini akan menjadi acuan bagi hakim-hakim lain untuk membuat keputusan yang sama.

“Kita tidak bisa pungkiri bahwa satu putusan mungkin bisa juga menjadi bahan atau acuan bagi hakim-hakim lain untuk membuat keputusan yang sama,” ucapnya.

Meila juga menilai hakim PN Pekanbaru, tidak mengindahkan Peraturan Mahkamah Agung (MA) No. 3 tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum.

“Banyak sekali pasal-pasal yang dilanggar selain tadi yang disebutkan, selain hal yang politis mungkin bahwa putusan yang dilakukan dengan ruangan yang lebih kecil dari biasanya putusan yang itu waktunya selalu mundur dari jadwal lalu juga teman-teman pendamping yang tidak mendapatkan akses putusan langsung secara daring dan mungkin bisa menjadi highlight kita untuk melihat bahwa masih banyak proses tindak pidana yang tidak berpihak kepada korban, khususnya kepada pelaku Kekerasan seksual apalagi itu melibatkan orang dengan relasi kuasai yang sangat besar,” ujarnya.

Lalu disisi lain, Komnas Perempuan melalui Siti Aminah Tardi, menyampaikan bahwa pihaknya memberikan perhatian yang serius untuk kasus-kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan, terkhusus di lingkungan pendidikan.

“Komnas Perempuan memberikan perhatian yang serius untuk kasus-kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan dilingkungan pendidikan,” ujar Siti.

Siti Aminah juga menyebutkan, kasus kekerasan seksual yang fluktuatif perlu dilihat kalau kasus kekerasan terhadap perempuan di lingkungan pendidikan tersebut yang dilaporkan hanya puncaknya saja.


“Meskipun fluktuatif, tetapi kasus kekerasan terhadap perempuan di lingkungan pendidikan yang dilaporkan hanya puncaknya saja,” sebutnya.

Seperti misalnya kasus di Pekanbaru, Riau, Siti berujar bahwa kasus tersebut terungkap atas keberanian korban, akan tetapi bukan berarti korban tersebut merupakan satu satunya korban.

“Mungkin masih ada korban-korban lain yang belum mengklaim keadilan nya baik melalui kampus maupun sistem peradilan,”

Kekerasan di lingkungan pendidikan mesti menjadi perhatian semua pihak karena dampaknya tidak hanya kepada korban akan tetapi juga kepada masyarakat dan kualitas SDM.

Penulis : Sanarto