Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Jikalahari Tantang Menteri ATR/BPN Selesaikan Konflik Lahan Masyarakat Adat Pantai Raja dengan PTPN V

Jikalahari Tantang Menteri ATR/BPN Selesaikan Konflik Lahan Masyarakat Adat Pantai Raja dengan PTPN V



Berita Baru, Pekanbaru – Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) mendesak Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto merealisasikan arahan Presiden Joko Widodo untuk percepatan penyelesaian sengketa lahan dan sertifikasi tanah.

“Menteri Hadi harus segera merealisasikan penyelesaian konflik lahan dengan turun langsung ke lapangan dan hingga tuntas. Tindakan itu selama ini tidak dilaksanakan oleh Menteri ATR/BPN sebelumnya,” kata Wakil Koordinator Jikalahari, Okto Yugo Setiyo kepada Beritabaru, Jumat (15/7/2022).

Diketahui saat ini Menteri ATR/BPN terus melakukan koordinasi dan konsolidasi dengan Menteri BUMN, Erick Thohir dan Kepala KSP, Muldoko guna membahas upaya penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan di Indonesia.

Salah satu hal yang dibahas dalam pertemuan ini adalah langkah percepatan penyelesaian konflik yang terkait dengan PT Perkebunan Nusantara V.

Jikalahari Tantang Menteri ATR/BPN Selesaikan Konflik Lahan Masyarakat Adat Pantai Raja dengan PTPN V

Kedua menteri Jokowi ini pun bersepakat akan melakukan penandatanganan MoU dua kementerian mengenai skema penyelesaian permasalahan pertanahan yang terkait dengan aset PTPN.

“Sudah semestinya Menteri ATR/BPN bisa lebih cepat untuk menyelesaikan konflik antara masyarakat dengan PTPN V, karena milik negara. Salah satunya konflik dengan masyarakat adat Desa Pantai Raja, Kecamatan Perhentian Raja, Kabupaten Kampar,” kata Okto Yugo.

Beberapa alasan mengapa konflik antara Masyarakat Adat Desa Pantai Raja dengan PTPN V harus segera diselesaikan. Pertama, konflik sudah berlarut dan menyebabkan kesengsaraan masyarakat.

Konflik lahan antara masyarakat Adat Desa Pantai Raja dengan PTPN V terjadi sejak tahun 1984. Konflik ini bermula ketika perusahaan perkebunan milik negara itu datang ke Pantai Raja tanpa ada dialog, kemudian langsung merusak kebun karet masyarakat.

Terdapat 157 KK kehilangan kebun karet yang menjadi sumber penghidupannya.

“Kami harus putus sekolah karena orang tua tidak punya biaya akibat kebun getahnya dirampas PTPN V. Saat itu kami tak mampu melawan, karena siapa pun yang melawan dianggap PKI yang anti pembangunan,” kata Ketua Tim Advokasi Gerakan Masyarakat Pantai Raja, M Yunis.

Persoalan kedua, lahan yang disengketakan telah diakui oleh pihak PTPN V. Pada 1999 pasca reformasi, pihak masyarakat diundang oleh PTPN V untuk berdialog dan menghasilkan kesepakatan.

Dalam kesepakatan tersebut, pihak PTPN V melalui Direktur Produksi S.N.Situmorang mengakui secara tegas dan tertulis bahkan juga disaksikan oleh Pemda Kabupaten Kampar, Kapolsek Siak Hulu.

Pihak PTPN V mengakui bahwa terdapat lahan karet milik Masyarakat Adat Pantai Raja seluas 150 hektar berada dalam inti kebun Sei Pagar PTPN V. Namun hingga kini belum dikembalikan sehingga masyarakat belum sama sekali mendapatkan manfaat dari pengakuan tersebut.

Ketiga, perjuangan Masyarakat Adat Pantai Raja mentok di daerah. Masyarakat telah berupaya sesuai koridor hukum dan meminta penyelesaian pemerintah daerah mulai dari Bupati Kampar, Gubernur Riau dan DPRD Riau.

Pada tahun 2021, masyarakat telah beraudiensi dengan Gubernur Riau Syamsuar dan DPRD Riau.

Bahkan pada 2019, masyarakat juga telah difasilitasi Komnas HAM RI untuk bermediasi dengan PTPN V.

“Hasilnya pertemuan yang di fasilitasi Komnas HAM pada 2019, PTPN V harus membangunkan kebun KKPA bagi masyarakat Pantai Raja, namun hingga kini PTPN V tidak ada itikad baik untuk memenuhi kesepakatan tersebut. Justru saat masyarakat menuntut kesepakatan, PTPN melaporkan warga ke polisi dan menggugat ke pengadilan,” ujar Kuasa Hukum masyarakat Adat Pantai Raja, Gusdianto.

Saat ini gugatan masih berlangsung di Mahkamah Agung. Dalam menghadapi gugatan dari PTPN V ini masyarakat adat tidak mempunyai biaya sehingga terpaksa masyarakat iuran, baik untuk menghadiri maupun kebutuhan sidang lainnya.

“Ini menambah kesengsaraan bagi masyarakat kami, apalagi proses sidang itu sudah dimulai saat pandemi Covid-19,” kata Gusdianto.

Terakhir, atas perjuangan masyarakat, Deputi II KSP Abet Nego Putra Tarigan sudah berkunjung ke lokasi konflik pada November 2021, namun belum ada penyelesaian hingga saat ini.

Keempat, Konflik yang tak kunjung selesai menyebabkan masyarakat jadi korban kriminalisasi dan digugat ke pengadilan.

Saat masyarakat menuntut kesepakatan mediasi oleh Komnas HAM RI, justru
PTPN V melalui Direktur PTPN V, Jatmiko K Santosa melaporkan 14 perwakilan warga ke Polda Riau atas pendudukan lahan tanpa izin. Mereka diduga melanggar UU Perkebunan.

Selain itu, PTPN V menggugat 14 perwakilan masyarakat ke Pengadilan Negeri Bangkinang sebesar Rp 14,5 miliar gara-gara aktivitas perkebunan mereka terhenti selama 23 hari aksi berlangsung.

“Kami ketakutan atas ancaman penjara dan bingung, dari mana kami bisa membayar gugatan tersebut. Apalagi kebun kami sekarang masih dikuasai PTPN V sampai hari ini. Salah satu Datuk kami, sampai stroke akibat laporan dan gugatan ini. Tak hanya itu, kami juga difitnah sebagai mafia tanah,” lanjut M Yunis.

Sesuai pernyataan Presiden Jokowi, memilih Hadi sebagai Menteri ATR/BPN karena berlatar belakang mantan Panglima TNI maka sepatutnya Hadi mampu menyelesaikan dan memiliki keberanian.

Termasuk ikut mendorong perbaikan pada BUMN yang memegang HGU dari Kementerian ATR/BPN.

“Hadi Tjahyanto harus berani mencabut HGU PTPN V dan merealisasikannya ke dalam program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) untuk penyelesaian konflik dengan masyarakat,” kata Okto Yugo.

Di samping itu, Hadi Juga harus mendorong Erick Thohir untuk mereformasi direksi di BUMN,
khususnya PTPN V. Tidak boleh ada BUMN yang bertindak arogan terhadap masyarakat seperti Direktur PTPN V Jatmiko. “Jelas Tindakan Jatmiko melanggar nawa cita pemerintahan Presiden Jokowi. Erick Thohir sebagai Menteri BUMN segera memecat Direktur PTPN V,” sebut Okto.

Jikalahari merekomendasikan Menteri ATR/BPN segera mengeluarkan 150 hektar lahan masyarakat adat Pantai Raja dari HGU PTPN V Sei Pagar dan direalisasikan dalam program TORA untuk masyarakat.

Kemudian Menteri BUMN segera memecat Direktur PTPN V, Jatmiko K Sentosa karena
bertindak arogan terhadap masyarakat yang bertentangan dengan nawa cita Pemerintahan Jokowi.