Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Gelar Dialog Moderasi Beragama, PMII Riau Gandeng Setara Institute

Gelar Dialog Moderasi Beragama, PMII Riau Gandeng Setara Institute



Berita Baru, Pekanbaru – Pengurus Koordinator Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PKC PMII) Riau menggelar dialog Moderasi Beragama, Jumat (24/2/2023).

Kegiatan yang mengangkat tema “Membangun Sikap Toleran di Kalangan Milenial” berlangsung di Jeber Cafe Platinum, Jalan Arifin Ahmad, Pekanbaru.

Acara tersebut merupakan kolaborasi antara PMII Riau dengan Setara Institute yang menghadirkan 4 narasumber. Diantaranya, Amri Taufik (Ketua PMII Riau), Dr Junaidi Lubis (Akademisi), Didik Riyanto (Pemuka Agama), dan Sayyidatul Insiyah (Peneliti Setara Institute).

Dialog diawali dengan pengantar yang disampaikan oleh Direktur Eksekutif Setara Institute, Halili Hasan.

Halili mengatakan, dialog moderasi agama seperti yang diselenggarakan PMII Riau sangat dibutuhkan di tengah kehidupan yang penuh kemajemukan.

“Pada dasarnya dalam fungsi sosial kita memiliki fungsi uji untuk melanjutkan kepemimpinan dalam membangun toleransi, maka dari itu kami Setara Institute menyediakan ruang untuk berkolaborasi dengan seluruh elemen guna menggaungkan toleransi,” kata Halili Hasan.

Gelar Dialog Moderasi Beragama, PMII Riau Gandeng Setara Institute

Kemudian dialog dilanjutkan dengan penyampaian materi dari narasumber pertama yaitu Amri Taufik.

Amri menjelaskan, toleransi sejatinya adalah sikap untuk menghargai perbedaan pendapat, ras, suku, agama serta budaya pada setiap individu atau kelompok.

“Toleransi merupakan sikap yang menghargai dan memperbolehkan suatu pendapat yang berbeda serta seseorang harus menghargai pendapat tersebut, dalam hal ini ditegaskan bahwa setiap individu memiliki pandangan yang berbeda- beda,” ujar Amri.

Menurut Amri, membangun sikap toleran di kalangan milenial sangat dibutuhkan di era yang serba canggih saat ini.

“Saat ini dunia bergerak tanpa batas menyebabkan generasi milenial menjadi generasi yang sangat mahir menggunakan teknologi sehingga perkembangan itu membuat pemuda menjadi tidak akrab terhadap lingkungan,” jelasnya.

Kata Amri, perkembangan teknologi juga gampang membuat generasi milenial terkontaminasi dengan paham intoleran dan radikal. “Akibat rasa ingin tahu yang sangat tinggi ditambah lagi dengan mudahnya untuk mengakses informasi, maka mereka banyak mengakses media sosial yang kemudian lebih memilih konten intoleran yang menyuguhkan konten-konten yang menarik dan membius pemahaman mereka yang masih polos,” papaprnya.

Sementara itu, Dr Junaidi mengatakan bahwa moderasi beragama bukanlah hal baru bagi umat islam. Kata pria yang sehari-hari bekerja sebagai dosen di Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) Riau, ada empat prinsip dalam moderasi beragama.

Pertama, tawasuth yakni, mengambil jalan tengah dari realitas ekstrem yang ada di kehidupan kita baik ekstremitas kanan maupun ekstremitas kiri.

Kedua, tawazun yaitu menjunjung tinggi keadilan tidak berpihak kepada satu kelompok dan mendiskriminasikan kelompok lainnya.

Ketiga, iā€™tidal, yaitu sikap lurus dan tegas dalam menyikapi setiap kebaikan dalam kehidupan kita.

Keempat, tasamuh atau toleransi. “Kita dilahirkan di dalam kebhinekaan yang luar biasa beragam, maka toleransi menjadi salah satu prinsip di dalam beragama secara moderat,” ujar Dr Junaidi.

Selanjutnya, Didik Riyanto mengatakan bahwa moderasi beragama bukanlah ideologi. Menurutnya, moderasi agama adalah sebuah cara pandang terkait proses memahami dan mengamalkan ajaran agama agar dalam melaksanakannya selalu dalam jalur yang moderat.

“Moderat di sini dalam arti tidak berlebih-lebihan atau ekstrem.  Jadi yang dimoderasi di sini adalah cara beragama, bukan agama itu sendiri,” kata Didik Riyanto.

Usai dialog, acara dilanjutkan dengan deklarasi menolak paham radikalisme dan mendukung Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 damai.