Dekan Fisip Unri Nonaktif Syafri Harto Divonis Bebas oleh Hakim atas Kasus Dugaan Pelecehan Seksual
Berita Baru, Pekanbaru – Majelis hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru memvonis bebas Syafri Harto, Dekan Fisip Unri nonaktif yang didakwa melanggar pasal 289 KUHP tentang pencabulan, Rabu (30/3/2022).
Sidang yang diketuai oleh hakim Estiono ini digelar secara virtual.
Pantauan Beritabaru.co, jaksa penuntut umum (JPU) menghadiri sidang ini secara daring dari Kejaksaan Tinggi Riau. Sedangkan terdakwa hadir secara daring dari Rutan Polda Riau.
Dalam amar putusannya, ketua majelis hakim Estiono menyatakan bahwa Syafri Harto tidak terbukti melanggar dakwaan jaksa pasal 289 KUHP tentang pencabulan.
“Mengadili menyatakan terdakwa Syafri Harto tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana sesuai dakwaan primer dan subsider,” kata ketua majelis hakim.
Pada sidang sebelumnya, Syafri Harto yang juga dosen di Unri itu dituntut 3 tahun penjara oleh jaksa.
Selain itu, jaksa juga meminta majelis hakim agar menghukum Syafri membayar uang kerugian yakni restitusi sebesar Rp 10 juta tujuh ratus tujuh puluh dua ribu.
Adapun dalam sidang dengan agenda pembacaan putusan yang digelar hari ini, jaksa penuntut mengatakan masih pikir-pikir dan akan berkoordinasi dengan pimpinannya.
Penasehat hukum Syafri, Dody Fernando mengatakan, putusan tersebut sudah sesuai dengan fakta persidangan karena tidak ada ditemukannya unsur kekerasan sehingga pasal yang didakwakan tidak terpenuhi.
“Pertama kita mengucapkan Alhamdulillah, bersyukur kepada Allah atas putusan bebas ini. Kedua, putusan ini menurut kami sudah sesuai dengan fakta persidangan,” ujar Dody saat dihubungi Beritabaru.co, Rabu (30/3) malam.
Ia menuturkan, dalam persidangan itu disebutkan bahwa L (korban) pada saat peristiwa tidak ada mengalami kekerasan, ancamam maupun rayu-rayu sehingga unsur kekerasan/ancamam terhadap pasal yang didakwakan terhadap kliennya itu tidak terpenuhi.
Kemudian, kata Dody, meskipun saksi-saksi yang dihadirkan pada persidangan sebelumnya adalah pihak yang telah mendengar cerita dari korban, tapi secara hukum itu testimonium de auditu.
“Tidak bisa dijadikan dasar sebagai alat bukti saksi untuk menghukum orang,” jelasnya.
Menurutnya, putusan hakim tersebut telah tepat. Ia meminta semua pihak agar menghormati putusan majelis hakim.
“Kalau memang ada pihak-pihak yang mau memberi komentar atas putusan ini, saran saya agar membaca putusan itu secara utuh terlebih dahulu kemudian baru berkomentar,” ujarnya.
Saran yang ia maksud agar tidak menimbulkan fitnah-fitnah baru kepada kliennya dan pihaknya selaku tim kuasa hukum.
“Agar tidak menimbulkan fitnah kepada Bapak Syafri Harto, pihak pengadilan atau rekan-rekan jaksa dan kami selaku tim kuasa hukum,” pungkasnya.
Penulis : Sanarto