LSM di Riau Desak KPK agar Tetapkan Tersangka Baru dalam Kasus Suap Perpanjangan HGU PT AA
Berita Baru, Pekanbaru – Jelang putusan perkara Sudarso, Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) dan Senarai mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Komisaris PT Adimulia Agrolestari Frank Wijaya dan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Riau M Syharir.
“Frank menyetujui dan memerintah Sudarso menyuap Bupati Kuansing nonaktif Andi Putra dan M Syahrir,” kata Koordinator Umum Senarai, Jeffri Sianturi dalam keterangan tertulisnya yang diterima Beritabaru.co, Rabu (23/3/2022).
Kini Andi Putra tengah menjalani persidangan. Dia dan Sudarso ditangkap setelah komisi antirasuah itu mencium bau suap dalam proses perpanjangan HGU PT AA.
Sudarso harus dapatkan rekomendasi persetujuan dari Andi terkait penempatan kebun plasma di Kampar. Itu atas perintah M Syahrir. Sebab PT AA belum memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat minimal 20 persen dari luas izin konsesinya di Kabupaten Kuansing.
“Sudarso mengakui semua perbuatannya. Hanya Andi yang berkilah dan berdalih uang yang diterimanya sebagai pinjaman. Fakta sidang membuktikan, peran besar Frank sehingga suap terjadi. Tanpa perintahnya, uang perusahaan tidak akan keluar dan sampai ke tangan-tangan penerima,” ungkap Jeffri.
Andi terima Rp 500 juta dari Rp 1,5 miliar yang disepakati. Sedangkan M Syahrir diduga lebih duluan menerima sebelum dokumen permohonan perpanjangan HGU dibahas Panitia B yang langsung dipimpinnya. Sudarso telah menyerahkan Rp 1,2 miliar dalam mata uang Dolar Singapura. Tapi M Syahrir bilang itu fitnah.
“Semua saksi: Frank, Rudi Ngadiman dan Syahlevi Andra, mengakui pengantaran uang asing itu ke Sudarso hingga sampai ke tangan M Syahrir. Sulit percaya dengan pembelaan M Syahrir, karena anak buahnya yang terlibat dalam perpanjangan HGU PT AA, mengaku terima duit juga dari Sudarso dan telah mengembalikannnya ke KPK,” terang Jeffri.
Menurut Wakil Koordinator Jikalahari Okto Yugo Setyo, kelanjutan kasus ini penting bagi KPK. Sebab mayoritas perkebunan sawit di Riau dalam periode ini akan berakhirnya masa kepemilikan HGU. Dengan begitu, banyak perusahaan tengah mengurus perpanjangan izin-izinnya.
Apalagi paska UU Cipta Kerja, perusahaan yang sampai saat ini belum memiliki HGU juga berbondong-bondong mendapatkan izin.
“Potensi korupsi di sektor perkebunan khususnya dalam izin HGU cukup besar. Kalau dilihat dari fakta persidangan, korupsi perpanjangan HGU yang terjadi di Kanwil BPN Riau seperti sudah jadi kebiasaan. Rapat di hotel dibayar perusahaan sampai terima uang transportasi. Dari peristiwa ini, akan banyak terjadi korupsi serupa,” jelas Okto.
Okto minta, disamping menghukum Sudarso, penegakan hukum juga mengungkap kasus besar di balik suap PT AA terhadap Andi Putra, termasuk membongkar pelaku utamanya.
Tidak berhenti pada proses tangkap tangan saja. Seperti kasus suap usulan perubahan kawasan hutan Riau pada 2014. Setelah menangkap Gulat Medali Emas Manurung dan Annas Maamun, KPK mengembangkan kasus ini sampai menetapkan Suheri Terta dan Surya Darmadi—orang-orang PT Darmex Group yang memberi suap.
Berangkat dari masalah ini, Presiden Joko Widodo dan KPK harus mengaudit khusus Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Kasus ini tidak hanya di Riau dan pasti juga terjadi di seluruh Indonesia.
Editor : Ari Friatna