Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Sudarso Dituntut 3 Tahun Penjara dan Denda Rp 200 Juta, Begini Perjalanan Kasus Suap Perpanjangan HGU PT Adimulya Agrolestari

Sudarso Dituntut 3 Tahun Penjara dan Denda Rp 200 Juta, Begini Perjalanan Kasus Suap Perpanjangan HGU PT Adimulya Agrolestari



Berita Baru, Pekanbaru – General Manager PT Adimulya Agrolestari, Sudarso dituntut hukuman 3 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp 200 juta subsidair 4 bulan kurungan. Sidang pembacaan tuntutan dilakukan di Pengadilan Tindak Pindana Korupsi Pekanbaru, pada Kamis (10/3/2022).

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Sudarso berupa pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan pidana denda sebesar Rp200 juta subsidiair 4 (empat) bulan kurungan, dengan perintah terdakwa tetap ditahan,” ujar Jaksa KPK Rio Frandy saat di hubungi Beritabaru.co, pada Kamis (10/3).

Kasus ini juga menyeret Bupati Kuantan Singingi nonaktif Andi Putra yang agenda sidangnya sudah dijadwalkan oleh Pengadilan Tipikor Pekanbaru, dalam waktu dekat ini.

Berikut ini rekam kronologi kasus Sudarso, mulai awal perkara, penangkapan dalam operasi senyap, hingga tuntutan.

Kasus ini bermula ketika PT Adimulya Agrolestari akan memperpanjang izin hak guna usaha (HGU) yang akan habis pada tahun 2024.

Awalnya PT AA mengelola tanah perkebunan sawit yang berdiri di atas alas hak guna usaha nomor 00008 tanggal 8 Agustus 1994 dengan luas tanah 3.952 hektar terletak di Kabupaten Kampar, dengan jangka waktu 30 tahun atau dari 1994 sampai 2024.

Diketahui PT AA telah membangun paling sedikit 20 persen kebun kemitraan/plasma untuk masyarakat yang seluruhnya terletak di Kampar, sebagaimana diwajibkan berdasarkan UU No 39 tahun 2014 tentang Perkebunan pasal 58 jo pasal 40 huruf K dan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No 7 tahun 2017 tentang Pengaturan dan Tata Cara Penetapan Hak Guna Usaha.

Sejak keluarnya Peraturan Menteri Dalam Negeri 118 tahun 2019 terjadi perubahan batas wilayah Kabupaten Kampar dan Kuansing, yang berakibat HGU nomor 00008 tanggal 8 Agustus 1994 milik PT AA yang semula hanya berada di wilayah Kampar berubah atau terbagi menjadi dua wilayah dan kini sebagian lagi berada di Kuansing.

Oleh sebab itu, PT AA mengajukan perubahan HGU 00008. Atas permohonan itu, kemudian terjadi perubahan HGU terhadap kebun sawit yang terletak di Kuansing.

Berikut rinciannya :

  1. Sertifikat dengan nomor 10009, NIB 05.05.00.00.02073 seluas 874,3 hektar tertanggal 14 Oktober 2020 terletak di Desa Sukamaju, Kecamatan Singingi Hilir, Kuansing, atas nama PT Adimulya Agrolestari.
  2. Sertifikat dengan nomor 10010, NIB 05.05.00.00.02074 seluas 105,6 hektar tertanggal 14 Oktober 2020 terletak di Desa Sukamaju, Kecamatan Singingi Hilir, Kuansing, atas nama PT Adimulya Agrolestari.
  3. Sertifikat dengan nomor 10010, NIB 05.05.00.00.02075 seluas 256,1 hektar tertanggal 14 Oktober 2020 terletak di Desa Sukamaju, Kecamatan Singingi Hilir, Kuansing, atas nama PT Adimulya Agrolestari.

Dikarenakan HGU tersebut akan habis pada 2024, terdakwa Sudarso diperintahkan oleh Komisaris sekaligus pemilik perusahaan (Beneficial Owner) PT AA, Frank Wijaya, untuk mengurus perpanjangan izin tersebut. Frank beralasan karena terdakwa sudah berpengalaman mengurusi permasalahan PT AA selama ini.

Atas perintah itu, terdakwa memulai proses pengurusan perpanjangan sertifikat HGU PT AA yang terletak di Kabupaten Kuansing, dengan membuat surat permohonan perpanjangan HGU tertanggal 4 Agustus 2021. Kemudian permohonan itu ditujukan ke Kantor Pertanahan Kabupaten Kuansing.

Namun dikarenakan luas tanah HGU yang dimohonkan lebih dari 25 hektar, maka bukan jadi kewenangan Kantor Pertanahan Kuansing, melainkan menjadi kewenangan Kementerian ATR/BPN atau Direktorat Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah.

Kemudian Kantor Pertanahan Kuansing meneruskan surat tersebut ke Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau.

Lalu pada 9 September 2021, bertempat di Hotel Prime Park Pekanbaru, Kepala Kanwil BPN Riau, Muhammad Syahrir mengadakan rapat koordinasi dengan mengundang beberapa pihak terkait dan dihadiri oleh panitia pemeriksaan tanah B Provinsi Riau sebagaimana tertuang dalam surat keputusan Kepala Kanwil BPN Riau nomor 19/SK-14.HP.01.02/I/2021 tertanggal 4 Januari 2021.

Pada rapat tersebut dilakukan pembahasan mengenai kelengkapan dokumen pengajuan perpanjangan HGU PT AA. Setelah dilakukan pembahasan, ditemukan permasalahan yaitu kebun kemitraan/plasma yang dibangun PT AA seluas 20 persen dari luas HGU yang dimohonkan keseluruhanya berada di Kabupaten Kampar.

Dalam rapat itu dihadiri juga oleh perwakilan PT AA, yang diwakili terdakwa dan Syahlevi Andra. Hadir juga dua Kepala Desa, yakni dari Desa Sukamaju dan Beringin Jaya yang meminta agar PT AA juga membangunkan kebun plasma di wilayah Desa tersebut, karena PT AA belum membangunkan kebun plasma paling sedikit 20 persen di Kuansing.

Atas persoalan tersebut, PT AA berniat untuk tidak perlu membangun kebun plasma lagi paling sedikit 20 persen di Kuansing, karena sebelumnya telah membangun kebun plasma di Kampar.

Namun Kepala BPN Riau, Muhammad Syahrir menjelaskan kepada terdakwa terkait kewenangan menentukan lokasi kebun kemitraan/plasma paling sedikit 20 persen dari total HGU berada pada Bupati Kuansing. Selanjutnya Muhammad Syahrir mengarahkan PT AA untuk meminta surat rekomendasi persetujuan dari Andi Putra selaku Bupati Kuansing tentang penempatan lokasi kebun kemitraan/plasma di Kampar yang sudah ada sebelumnya. Surat rekomendasi ini diperlukan untuk kelengkapan dokumen pengajuan perpanjangan HGU.

Lantaran terdakwa sudah akrab atau telah mengenal lama Andi Putra sejak menjadi anggota DPRD Kuansing, kemudian terdakwa melakukan pendekatan kepada Andi Putra, baik melalui komunikasi dengan handphone dan menemui Andi Putra, dalam rangka mempermudah terbitnya surat rekomendasi persetujuan itu.

Usai bertemu dengan Andi Putra, terdakwa melaporkan hasilnya kepada Frank Wijaya, yang pada intinya Andi Putra selaku Bupati Kuansing akan menerbitkan surat rekomendasi. Terdakwa pun meminta kepada Frank agar memberikan uang kepada Andi Putra.

Frank pun menyetujui agar memberikan uang kepada Andi Putra agar surat rekomendasi persetujuan itu dapat dikeluarkan.

Masih pada bulan yang sama, yakni September 2021, Andi Putra meminta uang kepada terdakwa sebesar Rp1,5 miliar dalam rangka untuk mengurus surat rekomendasi persetujuan dari Andi Putra tentang penempatan lokasi kebun kemitraan/plasma di Kampar. Kemudian terdakwa melaporkan kepada Frank selaku pemilik perusahaan, lalu Frank menyetujui dan menyepakati untuk memberikan uang secara bertahap. Saat itu Frank menyetujui untuk memberikan uang sebesar Rp 500 juta terlebih dahulu kepada Andi Putra.

Pada 27 September 2021, terdakwa meminta kepada Kepala Kantor PT AA Syahlevi Andra membawa uang yang telah disiapkan sebesar Rp500 juta ke rumahnya di Jalan Kertama, Gg. Nurmalis No 2 RT 002, RW 021, Kelurahan Maharatu, Kecamatan Marpoyan Damai, Pekanbaru. Selanjutnya, terdakwa melalui Syahlevi agar memberikan uang tersebut kepada supir Andi Putra, yaitu Deli Iswanto.

Usai uang diserahkan, PT AA membuat surat dengan nomor 096/AA-DIR/X/2021, tertanggal 12 Oktober 2021, perihal permohonan persetujuan penempatan pembangunan kebun kemitraan PT AA di Kampar. Surat ini ditandatangani oleh Direktur PT AA David Vence Turangan.

Andi Putra kembali menagih sisa uang dari yang dijanjikan sebesar Rp1,5 miliar, kepada terdakwa saat mengajukan surat tersebut. Kemudian terdakwa melapor kepada Frank, namun sang pemilik perusahaan ini keberatan memberikan uang secara sekaligus pada Andi Putra, tetapi Frank setuju kalau diberikan secara bertahap.

Lalu terdakwa memberi saran kepada Frank agar memberikan Andi Putra sebesar Rp100-200 juta saja. Lantaran PT AA sebelumnya sudah memberikan Rp500 juta. Dan atas saran terdakwa, Frank menyetujui untuk kembali memberikan uang ke Andi Putra sebesar Rp250 juta.

Sudah mendapat persetujuan dari Frank Wijaya, terdakwa meminta kepada Syahlevi selaku Kepala kantor PT AA, agar mencairkan uang sebesar Rp250 juta. Kemudian Andi Putra menghubungi terdakwa guna mempertanyakan uang dan meminta terdakwa datang ke rumah Andi Putra.

Lantas terdakwa bersama Paino dan Yuda Andika berangkat menuju rumah Andi Putra di Jalan Sisingamaraja No 9, Kuantan Tengah, Kuansing, dengan menggunakan mobil toyota hilux warna putih dengan nopol BK 8900 AL, guna memastikan persetujuan dari Andi Putra.

Setelah bertemu Andi Putra, bertempat di sekitar lingkungan rumah Andi Putra, yaitu di persimpangan Jalan Abdoer Rauf dengan Jalan Datuk Sinaro Nan Putih, disitulah terdakwa diamankan oleh petugas KPK.

Oleh karena Frank mendapat kabar kalau anak buahnya diamankan petugas KPK, ia meminta kepada Syahlevi untuk menyetorkan kembali uang sebesar Rp250 juta ke rekening PT AA. Sebelumnya uang tersebut akan diberikan kepada Andi Putra.

Atas perbuatan terdakwa, KPK menyatakan Sudarso terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan kesatu pasal 5 ayat 1 huruf a UU Republik Indonesia No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Republik Indonesia No 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sudarso dituntut oleh jaksa penuntut umum (JPU) KPK berupa pidana penjara selama 3 (tiga) tahun ikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan dan pidana denda sebesar Rp200 juta subsidiair 4 (empat) bulan kurungan, dengan perintah terdakwa tetap ditahan.