Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

setara-institute-sebut-menteri-bumn-gagal-disiplinkan-ptpn-v-yang-tahan-uang-petani-kopsa-m-di-riau

Setara Institute Desak Erick Thohir Beri Teguran dan Sanksi Tegas ke Managemen PTPN V



Berita Baru, Jakarta – Setara Institute mendesak Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir agar menegur dan memberi sanksi yang tegas terhadap managemen PT Perkebunan Nusantara V yang terus menutupi praktik-praktik tidak akuntabel dalam tata kelola BUMN Sektor Perkebunan.

Desakan ini muncul lantaran PTPN V dianggap hanya menempatkan koperasi-koperasi petani di Riau, khususnya Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa M) sebagai sapi perah dan ladang perburuan untuk mencari keuntungan.

“Erick Thohir agar menindak tegas oknum PTPN V, khusunya pada bagian kemitraan yang sudah menyengsarakan ribuan petani yang berasal dari Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa M),” kata Hendardi melalui keterangan tertulis yang direrima Beritabaru, Kamis (9/6/2022).

Tak hanya itu, ia juga meminta Menteri BUMN agar memimpin penyelesaian permasalahan kemitraan antara PTPN V dengan Kopsa M.

“Memenuhi hak-hak petani Kopsa M adalah ujian pertama sebelum Menteri BUMN ini berlaga memperebutkan kursi kepresidenan di 2024,” ujarnya.

Hendardi menuding PTPN V sebagai bapak angkat (avalis) bagi beberapa koperasi di Kabupaten Kampar, Riau, masih melakukan praktik bisnis yang melanggar hak asasi manusia (HAM).

“Terbukti dengan adanya kebun sawit milik Kopsa M yang gagal ini, hutangnya membengkak dan luasan kebunnya menyusut. Padahal dari awal pengelolaan kebun tersebut dikelola PTPN V secara single management,” katanya.

“Jika dilihat dari perjanjian kredit awal, jelas yang harus bertanggungjawab adalah pihak PTPN V. Sebab pembangunan kebun sawi yang gagal tersebut wujud nyata dari perjanjian kerjasama yang merugikan pihak petani Kopsa M. Ditambah lagi, kalau sejak awal ternyata PTPN V tidak pernah melakukan konversi kebun Kopsa M ke petani dan itu terjadi sejak awal hingga hari ini,” imbuhnya.

Menurutnya, reformasi BUMN sebagaimana yang dicanangkan Erick Thohir, mestinya tidak hanya berbicara soal perampingan BUMN dan berupaya menghasilkan pendapatan yang besar, tapi juga harus memastikan budaya dan tanggungjawab korporasi atas aspek lingkungan, sosial dan tata kelola yang berkelanjutan dan berkeadilan.

“Melihat kondisi Kopsa M saat ini, sebenarnya tidak ada agenda dan visi nyata untuk menerapkan praktik bisnis yang mengakomodir uji tuntas terhadap HAM dan lingkungan (Environmental and Human Rights due diligence) dari BUMN,” katanya.

Selain itu, aktivis HAM ini juga mendesak Kementerian Koperasi dan UKM agar memimpin penyelesaian sengkarut koperasi-koperasi yang diperdaya oleh BUMN, khususnya koperasi-koperasi yang bermitra dengan PTPN V.

“Tidak perlu muluk-muluk bicara koperasi modern dan tangguh, Kementerian Koperasi cukup memastikan koperasi lebih berdaya dan bermitra secara sehat,” ucap Hendardi.

PTPN V ingin menguasai Kopsa M untuk tutupi jejak kebun gagal dan pembengkan hutang

Hendardi menyebut PTPN V ingin menguasai Kopsa M bertujuan untuk menutupi jejak pembangunan kebun gagal, pembengkakan utang atau utang fiktif, yang hingga kini berjumlah lebih dari 170 milyar. Menurutnya pembengkakan hutang tersebut akibat pembangunan kebun gagal yang berakibat dibebankannya hutang kepada Kopsa M.

“Uang miliaran rupiah dikeluarkan oleh PTPN V secara tidak sah dengan dalih dana talangan, dana pinjaman dan lain sebagainya, padahal tujuan sebenarnya adalah untuk menguasai koperasi yang memiliki asset kebun 2000 hektar lebih (Kopsa M),” kata Hendardi.

Selain itu, Hendardi juga menuding bahwa penghancuran Kopsa M oleh PTPN V bertujuan untuk menutupi pengalihan hak secara melawan hukum atas 400 hektar kebun milik petani oleh petinggi PTPN V kepada PT Langgam Harmuni.

“Pola-pola penghancuran secara sistematis terhadap koperasi sudah selayaknya ditinggalkan, apalagi oleh perusahaan negara yang menjalankan mandat konstitusi untuk turut aktif menjadi pengungkit peningkatan kesejahteraan rakyat,” tegasnya.

Kasus yang menjerat Ketua Kopsa M Anthony Hamzah dinilai janggal

Hendardi menilai proses hukum yang menjerat Ketua Kopsa M yaitu Anthony Hamzah sangat janggal. Kata dia, kasus tersebut merupakan serangan balik atas sikap Anthony sebagai Ketua Kopsa M yang gigih membongkar praktik-praktik buruk PTPN V.

“Sebab, jika Anthony dikurung dalam penjara, PTPN V akan leluasa melakukan penghancuran terhadap Kopsa M,” kata Hendardi.

Visi BUMN sebagai Agent of Development masih jauh dari kenyataan

Hendardi menilai visi BUMN sebagai Agen Pembangunan (Agent of Development), nyatanya masih jauh dari kenyataan.

“Tidak ada agenda dan visi nyata untuk menerapkan praktik bisnis yang mengakomodir uji tuntas terhadap HAM dan lingkungan (environmental and Human Rights due diligence),” ujar aktivis HAM itu.

Menurut Hendardi, sertifikasi sawit roundtable sustainability palm oil (RSPO) dan international sustainability and carbon certification (ISCC) yang diperoleh PTPN V, hanya dibutuhkan dalam transaksi pasar internasional demi memperoleh harga komoditi premium dan memoles citra perusahaan seolah telah menerapkan prinsip good corporate governance (GCG).

Kata Hendardi, petani Kopsa M saat ini tengah mengajukan mekanisme complaint di RSPO atas dugaan pelanggaran prinsip dan kriteria sawit berkelanjutan oleh PTPN V.

Berdasarkan hasil riset dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada tahun 2020, program BUMN untuk sawit rakyat ditujukan untuk memperbaiki permasalahan atau hubungan PTPN dengan petani kemitraan/plasma mereka, dengan memfokuskan kemitraan hanya dalam hal produksi.

“Tetapi dampaknya adalah penurunan peran petani yang dibatasi hanya menjadi pemilik lahan atau buruh kebun di lahan yang dikelola oleh PTPN,” sebutnya.

Menueutnya hal tersebut karena minimnya pengawasan dari Pemerintah Daerah, Kementerian Pertanian dan Kementerian BUMN atau lembaga lain, peluang penguasaan lahan petani secara melawan hukum dan pelanggaran kesepakatan yang merugikan petani sangat potensial terjadi.

“Kondisi seperti ini tidak hanya dihadapi petani Kopsa M, tetapi juga dialami oleh Masyarakat Adat Pantai Raja dan Koperasi Iyo Basamo yang semuanya menjalin kemitraan dengan PTPN V dan hingga kini masih belum menemukan titik kesepakatan yang berkeadilan,” pungkasnya.