Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Refleksi Hari Perempuan Internasional | Opini : Utari Nelviandi SH (Penulis dan Aktivis PMII)

Refleksi Hari Perempuan Internasional | Opini : Utari Nelviandi SH (Penulis dan Aktivis PMII)



Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada Selasa, 8 Maret 2022, adalah perayaan buat perempuan seluruh belahan dunia atas pencapaian dalam memperjuangkan hak-haknya seperti upaya adanya kesetaraan gender secara global dalam berbagai aspek.

Munculnya peringatan hari perempuan internasional dilatarbelakangi atas perjuangan kaum perempuan di belahan Dunia, peringatan ini pertama kali dirayakan pada 28 Februari 1909 di New York dan diselenggarakan oleh Partai Sosialis Amerika Serikat, Demontrasi pada 8 Maret 1917, yang dilakukan oleh para perempuan di Petrograd memicu terjadinya Revolusi Rusia.

Hari Perempuan Internasional secara resmi dijadikan sebagai hari libur nasional di Soviet Rusia pada tahun 1917 dan dirayakan secara luas di Negara sosialis maupun komunis. Pada tahun 1977, hari perempuan internasional diresmikan sebagai perayaan tahunan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk memperjuangkan hak-hak perempuan serta mewujudkan perdamaian Dunia.

Selanjutnya, Hari perempuan internasioanl dirayakan pertama kali pada pada 1911 di Austria, Denmark, Jerman dan Swiss. Pada 1996 tema hari perempuan internasional perama yang diadopsi oleh PBB adalah “Merayakan masa lalu, merencanakan masa depan.”

Peringatan ini dijadikan refleksi bagi perempuan belahan dunia seberapa jauh keterlibatan perempuan dalam berbagai sektor. Setiap tahunnya, peringatan hari perempuan internasional memiliki tema kampanye yang berbeda-beda.

Untuk tahun 2022 ini, tema yang diusung adalah ‘Break The Bias‘, karena secara disengaja atau tanpa disadari bias membuat perempuan sulit untuk maju. Melalui tema ini mengajak kita perempuan seluruh dunia untuk memperjuangkan dan menyuarakan kesetaraan dalam berbagai sektor (multisektor), serta mematahkan semua bias yang ada di sekitar kita, seperti pada komunitas, tempat kerja, sekolah maupun perguruan tinggi.

Perlunya sinergitas dan kolaborasi kita sesama perempuan untuk memperjuangkan ini sehingga kesetaraan terhadap perempuan dapat tercapai, duniapun menjadi lebih beragam, adil, inklusif dan bebas dari bias, stereotype, violence, maupun diskriminasi.

Pada masa kini, gagasan dan konsep tentang kesetaraan gender bukanlah hal yang tabu lagi untuk diperbincangkan, perempuan memiliki kesempatan untuk berada di berbagai ranah baik pemerintahan, politik, dll.

Kesetaraan yang lebih besar dalam hak-hak legislatif, eksekutif maupun yudikatif serta apresiasi terhadap pencapaian mereka di berbagai bidang. Namun problem yang sampai detik ini menjadi hambatan bagi perempuan yang belum terpecahkan yakni ketidaksetaraan upah antara laki-laki dan perempuan, serta berbagai kasus kekerasan baik fisik maupun psikis yang dominan menjadi korbannya yakni kaum perempuan.

Menurut Catahu (Catatan Tahunan) Komnas Perempuan 2022, data kekerasan terhadap perempuan tahun 2021 yang peluncurannya pada Senin, 7 Maret 2022, menyebutkan bahwa kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan (KBGtP) meningkat 50% dari tahun sebelumnya yakni 338.496 kasus yang terjadi di tahun 2021.

Kasus kekerasan yang paling dominan terjadi, yakni di ranah lersonal berupa kasus pemerkosaan, dimana pelakunya dari orang terdekat sendiri, yakni suami dan pacar. Sedangkan posisi kedua, yakni di ranah publik berupa kekerasan seksual baik itu pemerkosaan, pelecehan dan pencabulan.

Catahu Komnas perempuan juga menyebutkan kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan pendidikan pada tahun 2021 mengalami penurunan (9 kasus) dibandingkan dengan tahun 2020 (17 kasus). Perguruan Tinggi (PT) menempati urutan pertama yaitu 35% disusul pesantren atau pendidikan berbasis agama menempati urutan kedua yakni 16% selanjutnya disusul tingkat SMA/SMK terdapat 15%.

Dapat disimpulkan bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan (KTP) meningkat 50% dari tahun sebelumnya. Sedangkan bentuk kekerasan yang paling dominan terjadi pada tahun 2021, ialah kekerasan seksual sekitar 33,4 %, jika dibandingkan pada tahun sebelumnya hanya 26%.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi terjadinya peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan, yaitu perlunya keterlibatan Negara dalam hal ini agar menyediakan payung hukum yang lebih komprehensif, seperti RUU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual).

Sedangkan dalam ranah perguruan tinggi, yakni Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) serta diperlukannya sinergitas antara penegak hukum dengan masyarakat agar lebih memahami berbagai bentuk kekerasan yang terjadi, bagaimana penanganannya, upaya hukumnya dan keberanian dalam berspeak up.

Harapannya melalui peringatan ini harus dijadikan momentun untuk merefleksikan diri pada seluruh perempuan di belahan dunia agar terus melakukan evalusi diri, bertransformasi, menumbuhkan sikap, melakukan perubahan, meningkatkankan kapasitas diri, serta terus memperjuangkan dan mendorong kesetaraan gender di berbagai sektor, demi terwujudnya kesejahteraan dan keadilan.